Urgensi Revisi UU Perbukuan Nasional (1): Krisis Literasi, Krisis Regulasi...
Ruang baca Perpustakaan Provinsi Jawa Timur diramaikan oleh para pelajar dan mahasiswa pada Sabtu, 6 desember 2025.-Tirtha Nirwana Sidik for Harian Disway-
Di negara lain seperti Jepang, budaya membaca justru dibangun di rumah melalui kebiasaan orang tua membacakan buku selama 30 menit setiap hari, bahkan sejak anak masih balita.

Anak-anak muda masih gemar membaca buku yang difasilitasi oleh perpustakaan keliling saat CFD di Taman Bungkul Surabaya, Minggu, 7 Desember 2025.-Tirtha Nirwana Sidik for Harian Disway-
Prof Dessy juga menyoroti pentingnya menyediakan akses fisik terhadap buku di rumah. Keberadaan rak buku, kebiasaan mengajak anak ke perpustakaan atau toko buku, serta pengawasan terhadap kesesuaian bacaan dengan usia turut memengaruhi minat baca.
Sebetulnya, kata dia, program pemerintah sudah cukup baik. Termasuk kebijakan membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai di sekolah. Tetapi tanpa dukungan keluarga, hasilnya tetap tidak optimal.
Sebagai penggiat Gerakan Pembudayaan Minat Baca Jawa Timur, Prof Dessy juga menekankan urgensi literasi kritis untuk menghadapi derasnya misinformasi dan disinformasi.
Sebab, masyarakat kini sangat mudah memproduksi dan menyebarkan informasi tanpa mempertimbangkan etika dan kredibilitas. “Teknologinya maju, tapi kalau tidak memiliki literasi kritis, tidak bisa memilah,” tegasnyi. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: