Peran Krusial Penerbang TNI dalam Misi Kemanusiaan: Sayap-Sayap Pelindung Nusantara

Peran Krusial Penerbang TNI dalam Misi Kemanusiaan: Sayap-Sayap Pelindung Nusantara

ILUSTRASI Peran Krusial Penerbang TNI dalam Misi Kemanusiaan: Sayap-Sayap Pelindung Nusantara.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

DESEMBER 2025 menjadi masa yang kelabu bagi sebagian wilayah Indonesia. Di ujung timur Flores, Gunung Lewotobi Laki-Laki masih terus memuntahkan abu vulkanik yang memaksa ribuan warga meninggalkan tanah kelahiran mereka. 

Sementara itu, di ujung barat Sumatera dan sebagian Pulau Jawa, langit seolah runtuh menumpahkan air bah yang merendam desa-desa dan memutus jalur kehidupan. Dalam situasi krisis multidimensi itu, ketika jalan darat terputus oleh longsor dan laut terlalu ganas untuk dilayari, harapan sering kali datang dari langit. 

Suara baling-baling helikopter atau deru mesin pesawat angkut militer menjadi sinyal bahwa bantuan telah tiba. Di sanalah peran krusial para penerbang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari tiga matra (darat, laut, dan udara) diuji bukan dalam pertempuran memperebutkan wilayah, melainkan dalam pertempuran menyelamatkan nyawa manusia.

BACA JUGA:Penguatan Supremasi Sipil: Reformasi Polri Menguat, TNI Perlu Dikaji Ulang

BACA JUGA:Pasukan TNI Menjaga Kejaksaan: Antara Spekulasi Politik dan Langkah Keamanan yang Sah

Keterlibatan TNI dalam penanggulangan bencana bukanlah sebuah kebetulan atau tindakan sukarela semata, melainkan amanat konstitusi yang tertanam kuat dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004. 

UU itu menggariskan tugas operasi militer selain perang (OMSP) yang menempatkan misi kemanusiaan sejajar dengan tugas pertahanan negara. Namun, apa yang kita saksikan di lapangan pada akhir 2025 ini melampaui sekadar pelaksanaan tugas rutin. 

Itu adalah sebuah orkestrasi kekuatan udara yang kompleks penuh risiko dan sangat vital bagi kelangsungan hidup para korban bencana.

BACA JUGA:Ironi Politik Anggaran TNI-AL

BACA JUGA:UU TNI dalam Perspektif Baru

Mari kita lihat lebih dekat bagaimana jembatan udara itu dibangun. Di Nusa Tenggara Timur, TNI-AU menjadi tulang punggung logistik bagi korban erupsi Lewotobi. Pesawat angkut sedang CN-295 yang dikenal tangguh dan mampu mendarat di landasan pendek terbang ulang alik dari Kupang menuju Larantuka. 

Pesawat itu tidak hanya membawa beras atau mi instan. Kargo mereka berisi harapan, yaitu drum air bersih, tenda darurat untuk keluarga yang kehilangan atap, serta obat-obatan vital. Tanpa jembatan udara tersebut, distribusi bantuan akan tersendat berhari-hari jika hanya mengandalkan jalur laut yang kerap terkendala gelombang tinggi. 

Lebih dari itu, TNI-AU menerjunkan tim kesehatan yang bekerja hingga ke posko-posko pengungsian terpencil seperti di Boru Kedang dan Konga. 

BACA JUGA:UU TNI Bukan Dwifungsi ABRI Gaya Baru, Apa Bedanya?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: