Urgensi Revisi UU Perbukuan Nasional (2): Mustahil Hidup Penulis Cuma Ditopang Royalti

Urgensi Revisi UU Perbukuan Nasional (2): Mustahil Hidup Penulis Cuma Ditopang Royalti

Okky Madasari dalam acara Book Party bersama para pelajar di SMA Pradita Dirgantara, Jakarta, Jumat, 25 Juli 2025. -Dok. Okky Madasari-

Terpisah, Iqbal Aji Daryono mengatakan bahwa aturan tentang royalti tentunya akan menguntungkan penulis. Terutama, para penulis besar yang karya-karyanya kerap best seller.

Namun, untuk penulis biasa dan apalagi yang sedang merintis, royalti bukan sesuatu yang bisa diandalkan. Apalagi, jika takarannya adalah kesejahteraan penulis. “Saya pribadi selalu menempa diri untuk tidak bergantung pada royalti,” ujarnya saat dihubungi Kamis, 4 Desember 2025.


qbal Aji Daryono saat mengisi worksop menulis di The University of Western Australia pada awal September lalu.-Dok. IAD-

Selain menulis, Iqbal juga membuka kelas-kelas menulis. Ia menularkan ilmunya kepada lebih banyak kalangan. Mulai dari remaja hingga dewasa.

Di Indonesia, menurut penulis Lelaki Sunni di Kota Syiah itu, menggantungkan hidup dari menulis adalah hal yang nyaris mustahil. Apalagi, royalti sangat erat kaitannya dengan penerbit. 

“Rasanya akan sulit bagi penerbit untuk menaikkan royalti penulis,” terangnya. Dalam rantai produksi buku, penerbit itu mendapatkan 40 persen.

Dari persentase itu, 10 persen untuk royalti penulis. Sisanya yang 30 persen digunakan untuk membiayai operasional, termasuk toko buku dan distribusi.

Jika memang royalti kemudian naik, ia khawatir nantinya yang kena dampak adalah pembaca. Apabila harga buku menjadi mahal, sudah pasti masyarakat akan makin enggan membeli buku. Akibatnya, tujuan untuk menaikkan tingkat literasi tidak akan tercapai. 

“Kehilangan pembaca itu hal yang paling tidak diinginkan oleh penulis. Maka, kita pernah mendengar ada penulis yang rela royaltinya dipotong, asal harga bukunya di pasaran tidak mahal,” paparnya. 


Infografis royalti penulis di Indonesia.-Arya Firman-Harian Disway-

Kepada Harian Disway, Wina Bojonegoro pun mendukung wacana untuk menaikkan besaran royalti. Tapi, kata dia, royalti itu sebetulnya hanya bagian kecil dari ekosistem buku yang besar.

“Sepuluh persen itu tidak banyak meskipun di negara-negara tetangga juga segitu,” kata penulis Bilangan 60 tersebut. 

Sebagai pemilik Padmedia Publisher, dia tidak selalu mewujudkan royalti penulis sebagai royalti. Sebab, buku-buku Padmedia sebagian besar adalah konsumsi komunitas dan tidak masuk toko buku.

Maka, Wina menawarkan diskon penulis yang bisa lebih besar dari royalti. “Itu nominalnya terasa loh bagi penerbit. Apalagi, jika yang ditulis antologi,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: