HIV-AIDS di Jatim Tembus 8.962 Kasus, Tertinggi Surabaya dan Jember
Kasus HIV-AIDS di Jawa Timur tembus 8.962 pada 2025, didominasi perilaku seks berisiko dan narkoba suntik.-Istimewa-
SURABAYA, HARIAN DISWAY - Jawa Timur masih menghadapi beban epidemi HIV-AIDS yang signifikan. Penyebarannya merata di seluruh kabupaten/kota.
Hal itu mengindikasikan rendahnya deteksi dini dan masih kuatnya transmisi dari ibu ke anak yang seharusnya dapat dicegah.
Ribuan Orang dengan HIV-AIDS (ODHIV) terdeteksi di Jatim saat ini. Tercatat sepanjang Januari-Oktober 2025, ada 8.962 kasus HIV tersebar di 38 kabupaten kota di Jawa Timur.
Temuan tertinggi ada di Kota Surabaya dengan 983 kasus. Disusul Kabupaten Jember dengan 632 kasus dan Kabupaten Sidoarjo dengan 549 kasus.
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki menjadi penyumbang kasus HIV-AIDS tertinggi dengan 65 persen. Sedangkan perempuan menyumbang 35 persen.
BACA JUGA:Hari HIV AIDS Sedunia 1 Desember: Sejarah, Tema dan Cara Memperingatinya
Namun, meski masih terdapat ribuan kasus HIV-AIDS di Jatim, temuan tersebut sebenarnya telah mengalami penurunan setiap tahunnya.
Kasus HIV ditemukan sebanyak 10.671 di Jatim pada 2023. Lalu sedikit turun menjadi 10.556 kasus pada 2024.
"Penurunan ini karena Dinkes Jatim telah melakukan berbagai intervensi guna mencegah kasus HIV baru muncul,” terang Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Erwin Astha Triyono pada Jumat, 12 Desember 2025.
Disinggung penyebab utama HIV di Jatim, Erwin menyebut masih didominasi soal perilaku seks berisiko dan narkoba suntik. Serta potensi pencegahan yang belum maksimal untuk menekan penyebaran kasus baru.
BACA JUGA:29 Tersangka Pesta Seks Positif HIV
Misalnya, kata Erwin, kasus HIV pada anak mencapai 75. Kondisi itu, umumnya terjadi karena tertular dari ibu yang positif HIV. ”Dan sang ibu tidak melakukan pengobatan. Sehingga menyebabkan potensi penularan kepada anak yang dilahirkan menjadi lebih besar,” katanya.
Padahal, penularan pada anak dapat dicegah dengan penapisan pada awal kehamilan antenatal care (ANC). Terutama untuk mendeteksi status ibu.
Apabila status ibu telah diketahui, maka dapat segera dilakukan pengobatan untuk mensupresi kadar virus dalam darah sehingga risiko penularan HIV dari ibu ke bayi bisa diminimalkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: