Banjir Bandang Sumatera, Alarm yang Terus Diabaikan
ILUSTRASI Banjir Bandang Sumatera, Alarm yang Terus Diabaikan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
INDONESIA kembali mengalami duka dan pilu mendalam. Dalam beberapa hari terakhir, banjir bandang melanda sejumlah wilayah di Pulau Sumatera yang terdiri atas Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dengan dampak yang sangat serius.
Hingga 2 Desember 2025, korban meninggal tercatat mencapai 631 orang. Ribuan rumah rusak, akses transportasi terputus, fasilitas publik lumpuh, dan roda ekonomi masyarakat berhenti di banyak titik.
Namun, di tengah skala tragedi tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hanya menetapkan status darurat provinsi, bukan bencana darurat nasional.
BACA JUGA:Bencana Sumatra Belum Usai, Banjir Bandang Terjang Tegal
BACA JUGA:Korban Banjir Bandang dan Longsor di Sumatra Bertambah Menjadi 1.071 Jiwa
Secara hukum, keputusan itu dapat dijelaskan. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa status bencana nasional diberikan apabila dampak bencana melampaui kapasitas pemerintah daerah.
Pemerintah pusat menilai, daerah masih mampu menangani. Akan tetapi, ketika ratusan nyawa melayang dan kerusakan terjadi secara luas lintas provinsi, wajar bila publik mempertanyakan sensitivitas negara dalam membaca skala krisis.
Di sinilah persoalan muncul: negara tampak lebih sibuk berpegang pada prosedur administratif ketimbang merespons tragedi sebagai darurat kemanusiaan.
BACA JUGA:Wamenkes Sebut Kerusakan 125 Jembatan Jadi Hambatan Utama Bantuan Banjir Bandang Aceh
BACA JUGA:Tambang Emas PTAR Dituding Picu Banjir Bandang di Sumut
BENCANA YANG BISA DIPREDIKSI
Menyebut banjir bandang Sumatera semata sebagai akibat hujan ekstrem atau fenomena cuaca adalah penyederhanaan yang menyesatkan. Hujan memang pemicu, melainkan bukan penyebab utama.
Tragedi itu merupakan hasil dari akumulasi panjang kerusakan lingkungan dan kebijakan pembangunan yang mengabaikan risiko. Penyempitan daerah aliran sungai, degradasi hutan di kawasan hulu, sedimentasi sungai, serta alih fungsi lahan tanpa kendali telah lama menjadi masalah struktural di Sumatera.
Ironisnya, semua itu bukan tanpa peringatan. Peta kerawanan bencana tersedia. Kajian akademik dan laporan teknis berulang kali menegaskan risiko yang terus meningkat. Namun, dalam praktik, pertimbangan lingkungan sering kali kalah oleh kepentingan ekonomi jangka pendek.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: