Kasus Lambat Bicara (Speech Delay) yang Dialami Anak-Anak: Orang Tua Telat, Penanganan Lambat
Therapys memberikan tuntunan pada pasien speech Dellay di RS Menur.-Guistino Obert Lisangan-
Orang tua masih menganggap gadget menjadi salah satu "obat" untuk menenangkan anak. Pola asuh yang keliru itu sayangnya, sering kali lambat disadari orang tua. Baru terasa saat sang buah hati memasuki usia sekolah.
"BU, anaknya kok belum bisa ngomong," kata Psikiatri Anak dan Remaja Ivana Sajogo menirukan keluhan orang tua. Orang tua itu datang ke Klinik Gangguan Belajar Instalasi Kesehatan Jiwa dan Anak, Rumah Sakit Menur, untuk mengantar anaknya ikut terapi wicara.
Orang baru tersadar ketika sang anak masuk ke TK. Saat mendapat teguran dari guru, yang melihat buah hatinya memiliki hambatan berkomunikasi. "Dan sebenarnya, ini terlambat," katanya.
Banyak faktor yang memengaruhi anak mengalami speech delay. Selain faktor klinis, Ivana menyebut pola asuh orang turut menyumbang kelambatan komunikasi anak. Salah satunya terkait pemberian gadget sejak balita.
BACA JUGA:Memahami Penyebab dan Penanganan Speech Delay pada Anak
BACA JUGA:Menangani Speech Delay pada Si Kecil
Ivana mengatakan, studi American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan, anak di bawah dua tahun seharusnya tak terpapar gadget. Sementara anak usia 2-5 tahun maksimal satu jam mengalami screen time dalam sehari. Dengan catatan, tetap dalam pengawasan orang tua.
Tapi, realitasnya banyak pasien yang datang ke RS Menur rata-rata mengatakan telah mengenalkan gadget pada anak di usia satu tahun. Bahkan, ada pasien yang dia, ibu-ibu, sudah mengenalkan gadget ke anaknya saat usia enam bulan. "Ibunya mengurus anak. sambil mengerjakan urusan rumah. Ibunya masak, anaknya dikasih nonton HP," kata Ivana.
Temuan Ivana dalam menangani pasien itu sejalan dengan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) tentang profil anak usai dini 2024. Tercatat bahwa sebanyak 35,57 persen anak usia dini telah mengakses internet. Dan 39,71 persen anak usia dini menggunakan telepon seluler.
Di Jawa Timur, kondisinya tak jauh berbeda. Tercatat sebanyak 37,46 persen anak usia dini menggunakan telepon seluler dan 34,76 persen telah mengakses internet.
Dokter Rehabilitasi Medik RS Menur Ikhwan Muhammad.-Guistino Obert Lisangan-
Anak, kata Ivana, akan senang dengan suguhan gadget itu. Dengan media beragam, warna cerah, tontonan di layar handphone atau televisi membuat mereka betah. Hampir 80 persen speech delay di RS Menur dipengaruhi oleh kebiasaan pemberian gadget. "Karena anak-anak, pada dasarnya memiliki kecenderungan visual support," jelas Ivana.
Bahkan, Ivana kerap menemukan anak yang ikut terapi mengalami masalah komunikasi yang unik. Mereka menirukan logat bicara tontonan yang sering mereka lihat di YouTube. "Sudah mirip bicaranya kartun," kata Ivana.
Ada pula anak yang susah omong bahasa Indonesia, tapi jago bahasa Inggris. Semula , bapak ibunya senang dengan kemajuan itu. Tapi setelah diteliti, anak tersebut ternyata sekadar menirukan tonton video yang sering dilihat. Bukan paham dan mengerti bahasa Inggris.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: