Olvi Jasinta bakal membuat film dokumenter tentang perjalanan menemukan orang tua kandung. Film itu juga mengulas tentang kebohongan yang selalu ditutup-tutupi berbagai pihak. Termasuk orang tua angkatnyi.
—
Sejak awal Olvi sudah merasakan ada yang tidak beres dengan kisah hidupnyi. Bertahun-tahun ia dicekoki dengan cerita karangan bahwa sang ayah merelakan anaknya ke Belanda demi uang.
Sang ayah dikisahkan sebagai pria miskin yang tak mampu merawat anak-anaknya. Apalagi, istrinya meninggal saat Olvi masih berusia dua setengah bulan.
Mereka menganggap Erens Mokalu tak mungkin bisa memberikan masa depan yang cemerlang untuk anak keempatnya itu. Olvi diminta bersyukur karena bisa hidup di Eropa. Semua kebutuhan hidupnyi terjamin.
Hingga remaja, dia mencoba percaya semua kisah itu. Namun, firasat mengatakan sebaliknya. Apalagi, di usia 13 tahun, pada 1988, dia berhasil mengontak sang ayah lewat surat-menyurat. ”At that time, there was no e-mail or phone to contact my father (saat itu belum ada e-mail atau telepon untuk menghubungi ayahku, Red),” ujar perempuan yang lahir di Langowan, 23 Oktober 1975, itu.
Satu-satunya cara adalah menulis surat. Olvi tak tahu alamat orang tuanyi. Dia menulis surat untuk pendeta yang ada di Manado. Dia memintanya untuk meneruskan surat itu kepada sang ayah yang tinggal di Langowan. Sebuah kecamatan di Kabupaten Minahasa.
Rupanya sang pendeta itu mau menolong. Ia mencari keberadaan ayahnyi dan meneruskan surat itu. Surat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Sang ayah pun menulis surat balasan, lalu diterjemahkan ke bahasa Belanda.
”I wanted to know his name, and my siblings (aku ingin tahu nama ayah, juga saudaraku, Red),” ujar Olvi. Dia juga ingin tahu tentang keluarga besarnyi. Tante, om, serta nenek dan kakek.
Mendiang ayah Olvi Jasinta, Erens Mokalu difoto pada 1988.-Dok Olvi Jasinta-
Beberapa bulan kemudian surat balasan akhirnya sampai ke Belanda. Betapa senang perasaan Olvi mendapatkan surat pertama dari sang ayah. Paling tidak, dia tahu sang ayah masih hidup. Ada kesempatan untuk bertemu dengannya suatu saat nanti.
Dalam surat balasan itu, sang ayah sangat menyesali keputusannya. Ia adalah orang yang harus disalahkan mengapa Olvi sampai tercerabut dari akarnya. Namun, tak ada alasan detail mengapa ia sampai rela melepaskan putrinya.
Surat-menyurat berlangsung hingga empat kali. Lalu, hubungan terputus selama beberapa tahun. Setelah 10 tahun dari surat pertama itu, Olvi akhirnya terbang ke Indonesia bersama orang tua angkatnyi.
Pertemuan tersebut penuh dengan air mata. Ayahnyi hanya bisa meminta maaf. Semua keluarga ingin memeluknyi. Menyentuh putri yang hilang lebih dari 20 tahun itu. ”I was very thankful (saya sangat bersyukur, Red),” lanjutnyi.
”First time I saw him, I didn’t feel anything. Such a strange feeling. (kali pertama aku melihatnya, aku tak merasakan apa pun. Perasaan yang aneh, Red),” lanjut Olvi. Setahun kemudian, dia kembali ke Langowan sendirian. Dia juga ke Langowan pada 2005 dan 2017. Rupanya sang ayah sudah meninggal pada 2013.