Angkutan kota di Surabaya yang disebut lyn dulu menjadi andalan warga. Kini keberadaannya mengenaskan. Tak mampu bersaing dengan moda transportasi yang lebih modern.
---AJAL sudah dekat. Itulah gambaran nasib lyn-lyn di Terminal Intermoda Joyoboyo (TIJ). Puluhan lyn sudah berjajar rapi memanjang di jalur 1. Warnanya abu-abu gelap. Dengan huruf kapital besar di bagian depan: JM. Artinya, lyn itu melayani rute Joyoboyo-Lakarsantri-Driyorejo-Menganti.
Tak ada satu pun penumpang yang naik mobil itu. Padahal, angkot itu sudah datang sejak pukul 05.00. Para sopir pun menunggu dengan sabar.
Beberapa di antaranya, bercengkerama satu sama lain. Duduk di lantai ruang tunggu penumpang. Tema yang diperbincangkan masih seputar pekerjaan. Lebih tepatnya keluhan sehari-hari. Bahwa jumlah penumpang makin sepi dari hari ke hari.
BACA JUGA:PDOI JATIM Perjuangkan Subsidi BBM untuk Ojol dan Taksi Online
”Ibarat kata, kita ini hidup segan mati tak mau,” ujar Sugiyono, sopir lyn JM itu kepada Harian Disway, Rabu, 31 Agustus 2022.
Rupanya Sugiyono agak menyesali keputusannya. Pada akhir 2019, warga asal Menganti itu telah pensiun dari Damri. Puluhan tahun ia mengemudikan bus Damri rute Purabaya-Tanjung Perak.
Hidup harus terus disambung. Ora obah, ora mamah. Artinya: tidak bergerak (bekerja), tidak bisa makan. Begitu bunyi pepatah Jawa yang menjadi prinsipnya.
Maka Sugiyono pun menghabiskan uang pensiunnya untuk modal usaha. Ia membeli salah satu lyn jurusan JM itu dari seorang teman. Harganya Rp 25 juta.
Belum sampai setengah tahun, sudah dihantam badai pandemi Covid-19. Kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat diterapkan. Mobilitas masyarakat benar-benar nyaris berhenti.
Saat itulah, denyut TIJ makin redup. Tentu juga para sopir-sopir angkutan lawas itu. “Kami nggak ada sampingan lagi. Mau nggak mau ini aja yang bisa dijalani,” ujar lelaki 60 tahun itu.
Sinar matahari mulai merayap masuk ke jalur 1 yang gelap. Waktu menunjukkan pukul 06.20. Belum ada satu pun penumpang. Lima menit kemudian, tiba-tiba ada seorang perempuan datang.
Dia mengenakan jilbab merah muda, bermasker, berjaket jeans, dan bercelana panjang. Tampak kebingungan. Menoleh kanan-kiri. ”Mau ke Lidah Wetan,” ujar perempuan yang baru saja tiba dari Madiun. Dia lantas duduk di ruang tunggu.
Tak berselang lama, Sugiyono mengarahkan perempuan itu naik ke salah satu lyn JM. Namun, lyn tidak kunjung berangkat. Sebab, harus menunggu terisi minimal tujuh penumpang.
Harian Disway pun mencoba naik ke lyn yang juga ditumpangi perempuan asal Madiun itu. Hawanya panas. Padahal, pintu dan jendela lyn sudah terbuka.