Satu yang paling ikonik, Taj Mahal di Agra. ”Sayang sedang berkabut dan musim dingin sekira 5-7 derajat Celcius suhunya, foto dengan bangunan indah itu tak maksimal. Tapi senang Assam Book Fair membuat saya bisa kembali lagi ke India,” paparnya.
Bagi Tara, kunjungan ke Guwahati kali ini adalah yang kedua. Dia pernah hadir dan tampil meramaikan Brahmaputra Literary Festival 2019 di Madhabdev Hall, Srimanta Sankardev Kalakshetra, Guwahati, dalam Poetry in Motions pada 10 Februari 2019.
Dari ABF, ada banyak masukan untuk mengembangkan Sastradhayacitra. Utamanya tentang para peneliti akademis buku-buku disertasi dan penelitian-penelitan lain yang sangat diperhatikan pemerintah Assam.
Hasil karya mereka diterbitkan dan dikenalkan kepada masyarakat. Termasuk penulisnya. Jadi masyarakat tidak hanya dekat dengan bacaan fiksi seperti puisi, novel, atau cerpen. Tapi juga dengan bacaan-bacaan akademik yang ilmiah.
Ini berbeda dengan kondisi di Indonesia. Penulis-penulis akademik hanya populer di kalangannya. Demikian juga sebaliknya. Penulis sastra hanya dekat di kalangan seniman. Itulah mengapa masyarakat India, khususnya Assam, sangat menyenangi semua hasil karya literasi.
”Semua itu menginspirasi. Sangat mendukung cita-cita kami agar Sastradhayacitra menjadi sanggar multitalenta yang menampung semua orang dengan latar belakang apa pun untuk berseni,” pungkas pria lulusan SSRI dan ISI Yogyakarta itu. (*)