Candra Naya adalah bukti bahwa pemiliknya adalah seseorang dengan cita rasa seni tinggi. Juga pengetahuan yang mumpuni. Ini lantaran keluarga Khouw cukup terpandang. Mereka punya akses pendidikan yang jauh lebih memadai ketimbang orang-orang kebanyakan di masa itu.
Series Jejak Naga Utara Jawa (26) : Detail-Detail Penuh Doa
Senin 20-02-2023,22:27 WIB
Editor : Doan Widhiandono
BOLEH dibilang, Candra Naya adalah hunian dengan nilai seni. Atau sebaliknya. Candra Naya adalah benda seni yang berwujud rumah.
Dari depan, estetika seni itu tampak pada ukiran di ujung tiang yang menyangga atap. Ukiran itu tampak menonjol dengan warna keemasannya. Ukiran itu begitu detail. Menampakkan motif sulur-suluran yang elok.
Ukiran lain pun tak kalah bermakna. Semuanya disajikan dalam gambar yang informasinya bisa dibaca oleh pengunjung Candra Naya.
Misalnya ada ukiran burung hong (feng huang) alias phoenix di sudut-sudut ruangan. Ini adalah burung cantik yang menjadi salah satu binatang istimewa dalam mitologi Tiongkok selain kilin, naga, dan kura-kura. Lalu ada ukiran singa yang juga punya motif indah. Dengan ekor yang yang mengeluarkan api plus semacam sisik pada tubuhnya. Seperti kilin. Tampak pula ukiran gajah. Juga ikan yang dipercaya sebagai simbol keharmonisan keluarga serta keberuntungan.
Simbol yang menjadi harapan dan doa itu juga tampak sejak di pintu depan. Di sana ada panel pengetuk pintu berbentuk pa kua (ba gua / 八卦). Bentuknya segi delapan, menyimbolkan delapan penjuru mata angin. Pa kua dianggap punya kekuatan mengusir roh jahat yang akan mengancam keselamatan penghuni rumah.
BACA JUGA: Istana Mayor Terakhir Batavia
Di atas pintu itu ada ukiran kayu berwarna emas. Bentuknya juga segi delapan. Motifnya adalah rusa dan bangau yang dikelilingi sulur-sulur-suluran.
Panel kayu berukir itu memang terlihat di sekujur bangunan Candra Naya. Selain tiang, beberapa pintu pun dihiasi ukiran penuh makna. Ada motif papan catur, lukisan, kecapi, dan buku. Ini benar-benar menjadi simbol bahwa pemilik rumah tidak hanya kaya tetapi juga cendekia. Cita rasa seni tinggi plus keilmuan yang memadai. Sangat memadai.
Ukiran itu terletak pada panel di atas pilar-pilar yang menopang atap tembus cahaya di ruang tengah. Dulu, ruangan itu adalah areal terbuka untuk menerima tamu umum. Ruang inilah yang disaksikan pengunjung setelah mereka melangkah melewati meja resepsionis kecil di bagian depan.
Melengkapi cita rasa sebagai museum, di ruang itu dipajang aneka foto yang menggambarkan suasana Batavia tempo doeloe. Di situ pun terdapat poster vertikal yang menggambarkan tetenger kawasan pecinan Jakarta.
Secara spesifik, poster-poster itu menunjukkan landmark Pecinan Glodok. Ada Gang Gloria, Wihara Tanda Bakti (Tan Seng Ong), Wihara Dharma Jaya (Toasebio), Gereja Santa Maria de Fatima, Wihara Dharma Bakti (Kim Tek Le), Petak Enam, Pecinan Pancoran, dan Pancoran Tea House.
Pada poster itu juga ada QR code. Jika dipindai akan muncul informasi digital tentang kawasan-kawasan itu. ’’Ini memang upaya kami untuk digitalisasi pecinan,’’ ucap Ng Andre Hutama, pegiat Pecinan Glodok. Dan digitalisasi itu dijalankan secara tekun oleh Andre melalui Serangkai Tionghoa. Mereka rutin mengunggah video di YouTube tentang kawasan pecinan di Jakarta dan kota-kota lain. Kisah tentang mereka akan kami ceritakan di edisi-edisi berikutnya…
Yang terang, upaya pelestarian Candra Naya menampakkan hasil. Secara umum, bangunan itu tetap sama seperti ketika dibangun pada akhir abad ke-19. Termasuk detail-detailnya yang menampakkan doa penghuninya.
Ruang kerja Khouw Kim An yang dindingnya kini dipenuhi topeng karakter Opera Beijing.-Retna Christa-Harian Disway-
Di situ masih ada ruang kerja Khouw Kim An sebagai mayor Tionghoa di Batavia. Kini, ruang itu kosong. Ada topeng khas Opera Beijing yang ditempelkan di dinding. Beberapa berbentuk seperti aslinya. Misalnya, topeng Jiang Wei, jenderal besar di zaman Tiga Kerajaan di Tiongkok kuno. Beberapa lagi dibuat model imut. Tengok saja boneka Hua Mulan, pahlawan perempuan yang juga sempat dibuatkan film oleh Disney.
Di bagian belakang ada dua pintu yang ambangnya bertulisan aksara han atau huruf mandarin. Bunyinya sun lan dan gui zi. Ini menyimbolkan pujian—juga harapan—bagi keluarganya. Artinya, kira-kira, cucu yang manis seperti bunga anggrek dan anak yang harum seperti kayu manis.
Dari pintu itu, orang akan menyaksikan pemandangan yang tak kalah elok: kolam teratai yang kini menjadi kolam ikan… (*)
*) Tim Harian Disway: Doan Widhiandono, Retna Christa, Yulian Ibra, Tira Mada
SERI BERIKUTNYA: Jejak Nasionalisme di Candra Naya
Kategori :