PASURUAN, HARIAN DISWAY - Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya, mengajak Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) bisa menjalani hidup seperti anak pada umumnya.
--
Cahaya mentari menyinari tanah lapang selepas hujan di Prigen, Pasuruan. Hangat. Sehangat cengkerama siswa-siswi Sekolah Alam Insan Mulia (SAIM) saat kegiatan Out of Boundaries di Agromulia, 24 Februari 2023. Mereka bergembira serta semangat melaksanakan kegiatan di hari terakhir outbound. Berbagai halang rintang sudah mereka lalui dengan berani, meski sembari menangis dengan sesekali teriak “mama”. BACA JUGA:Cara Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya Melatih Kemandirian Anak BACA JUGA:Marselino Ferdinan Mulai Debut di Eropa, Main 10 Menit di Laga KMSK Deinze vs Jong Genk
Keseruan saat Bermain salah satu Halang Rintang --Dok SAIM
Salah Satu Kelompok Berbagi Parsel Kepada Warga Sekitar --Dok SAIM
Senam Pagi sebelum Memulai Kegiatan -- Dok SAIM
Ia juga mengungkapkan bahwa ABK juga akan memberi dampak positif bagi siswa reguler. Dalam artian, para siswa reguler akan belajar sesuai konsep SAIM yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan. Tidak semua dalam kehidupan ini sempurna. Pada kehidupan kedepan kala anak-anak bertemu dengan orang-orang yang berbeda dengan mereka, mereka pasti lebih bisa menghargai hal tersebut. “Ketika sejak awal mereka sudah diajarkan bagaimana memahami, mengerti, toleransi, menghargai setiap perbedaan, pasti itu sangat menjadi modal kedepannya,” terangnya. Pria yang akrab disapa Ustad Aziz menceritakan salah satu contoh kejadian menarik. Saat anak-anak kelas satu reguler bertindak adil dengan kawan khususnya (ABK). “Saat sholat Jumat memang kami menerapkan aturan yang ketat. tidak boleh berbicara saat khatib berkhutbah. Tapi ya anak-anak reguler maupun khusus masih ada yang ngobrol sendiri. Namun saat mereka ditanya, siapa tadi yang ngobrol sendiri, mereka hanya menunjuk teman-teman yang reguler. Mereka paham bahwa teman-teman khusus (ABK) pasti seperti itu dan tidak layak untuk disalahkan,” ucap Aziz dengan penuh kekaguman.
Sekolah Alam Insan Mulia memiliki kurikulum sendiri untuk ABK. Memiliki target akademik yang sesuai dengan kebutuhan mereka dari berbagai jenjang pendidikan. Mulai TK, SD, SMP, hingga SMA. "Anak-anak inikan punya kebutuhan khusus macam-macam, ada anak khusus kami misalnya, secara akademik tidak masalah tapi secara konsentrasi tidak bagus hiperaktif, jadi kami harus menyesuaikan,” lanjutnya. “Bahkan ada anak inklusi kami yang masuk Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, dari puluhan ribu peserta dia masuk dalam tes seleksi masuk PENS di urutan ke 11,” tambahnya. Aziz Badiansyah juga mengungkapkan rasa kurang puasnya dengan pendidikan untuk ABK pada jenjang perguruan tinggi. “Selama ini pendidikan ABK itukan, baru ditangani dengan baik di sekolah, perguruan tinggi kita kan belum banyak yang memfasilitasi,” paparnya. Meski pada beberapa perguruan tinggi yang sudah terbuka dan menerima anak-anak berkebutuhan khusus. Namun Aziz berharap lebih meningkatkan lagi penyelenggaraan pendidikan inklusi pada tingkat perguruan tinggi, tidak hanya berakhir di sekolah saja. Ia menganggap anak-anak berkebutuhan khusus juga memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Sesuai peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. (Alfian Nur Riski)