DIPLOMASI memang seni tingkat tinggi. Bayangkan, kita harus bisa mengakomodasi kepentingan semua pihak dengan tetap berpedoman pada terwujudnya kepentingan nasional sebesar-besarnya. Salah sedikit saja, bisa buyar segalanya.
Itulah mengapa Isaac C. Chiu selalu berpedoman pada apa yang dipetuahkan Founder Taoisme Lao Tzu dalam kitab Tao Te Ching (道德經), "禍兮福所倚,福兮禍所伏" (huò xī fú zhī suǒ yǐ, fú xī huò zhī suǒ fú). Yang terjemahan bebasnya kira-kira: bencana adalah sandaran keberuntungan, di balik keberuntungan ada bencana.
"Bagi diplomat, pitutur ini sangat berarti. Sebab, dalam berdiplomasi, kita akan dihadapkan dengan berbagai tantangan dan problematika. Kita dituntut untuk memiliki kemampuan menghadapi tekanan dan bisa mencari jalan keluar atas suatu permasalahan," terang Isaac.
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Ketua Yayasan Prajna Harmonis Kasino: He Er Bu Tong
Di samping itu, yang tak kalah krusial diperhatikan menurut Director General Taipei Economic and Trade Office (TETO) Surabaya tersebut ialah dampak yang kemungkinan akan ditimbulkan oleh setiap kebijakan atau tindakan yang diambil.
Makanya, dengan mengacu pada wejangan Lao Tzu dimaksud, para diplomat mesti bisa menghadapi setiap persoalan dengan hati yang tenang dan santai. "Yang penting tidak boleh putus asa dan hilang rasa percaya diri. Teruslah maju dengan berani," ujar Isaac.
Pun demikian ketika mendapatkan keberhasilan. "Kudu tetap waspada dan hati-hati, untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan di kemudian hari. Berbagai faktor wajib dianalisis secara komprehensif. Ambillah keputusan dengan bijak, demi menghindari kerugian yang disebabkan oleh kelalaian kecil," tutur Isaac.
Intinya, kata Isaac, diplomat perlu mempunyai jiwa tanggung jawab yang tinggi, terus-menerus mengamati dan memahami betul-betul beragam isu internasional, serta meningkatkan kecakapan menyelesaikan masalah-masalah terkait. (*)