SURABAYA, HARIAN DISWAY - UNICEF memberikan apresiasi atas inisiatif beberapa sekolah swasta di Kota Surabaya. Pujian disampaikan setelah mereka melihat kreatifitas sekolah dalam menggelar wisuda kelulusan. Agenda tahunan itu, diselingi dengan kegiatan-kegiatan yang mendukung terwujudnya kota ramah anak.
Chief of Java Field Office UNICEF Indonesia (Jawa-Bali) Tubagus Arie Rukmantara menyampaikan bahwa kegiatan seperti kompetisi olahraga, seni dan musik, class-meeting, serta kampanye sadar jender, aman berinternet, dan pelatihan anti-perudungan adalah inisiatif yang tepat dalam mempersiapkan lulusan SD dan SMP di Surabaya.
Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, siswa-siswa dapat mengasah keahlian Abad XXI yang sesuai dengan tuntutan zaman, seperti karakter, kewarganegaraan, berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi.
Menurut hasil survei yang dilakukan oleh UNICEF dan Oxford Policy Management pada tahun 2019, anak-anak Indonesia memerlukan keahlian 6C (character, citizenship, critical thinking, creativity, collaboration, dan communication) untuk berhasil di masa depan. Arie menambahkan bahwa soft skills atau keahlian baru tersebut sesuai dengan visi Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, yang menyatakan tujuan Surabaya adalah menjadi Kota Global, Maju, Humanis, dan Berkelanjutan.
Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, Pemerintah Kota Surabaya bekerja sama dengan UNICEF untuk mendaftarkan Surabaya sebagai anggota Child-Friendly City Initiative (CFCI) atau Kota Layak Anak Dunia.
BACA JUGA:Bocoran Jersey Real Madrid Musim 2023/24, Ada Slogan ¡Hala Madrid! dan Logo Baru La Liga
BACA JUGA:Kylian Mbappe di Antara Real Madrid, Manchester United, Liverpool, Chelsea dan Liga Pro Arab Saudi
Salah satu contoh inisiatif yang diapresiasi adalah pelatihan Online Child Sexual Exploitation and Abuse (OCSEA) yang diadakan oleh SMP Santa Maria Surabaya. Pelatihan ini memberikan kursus pencegahan kekerasan di ranah daring bagi anak-anak yang akan lulus. Diharapkan dengan pelatihan ini, mereka akan lebih mampu melindungi diri dalam berinteraksi di dunia maya dan menggunakan media sosial dengan bijak.
“Inisiatif seperti ini penting karena faktanya, 95 persen anak usia 12-17 tahun di Indonesia mengakses internet minimal dua kali sehari. Namun, di sisi lain, jika kita tidak berhati-hati, internet juga menyimpan risiko untuk anak-anak dan remaja," kata Arie.
SMP Santa Maria Surabaya berfoto bersama usai Pelatihan Online Child Sexual Exploitation and Abuse (OCSEA).-UNICEF-
Menurutnya, satu diantara lima anak menemukan konten dewasa secara tidak sengaja melalui iklan internet, media sosial, mesin pencari sedangkan satu diantara tiga anak Indonesia pernah mengirimkan data pribadi mereka ke orang yang belum pernah mereka temui secara langsung. Apabila literasi digital dan kecakapan bermedia sosial tidak ditingkatkan, internet malah akan jadi ruang berbahaya bagi keamanan anak-anak Surabaya.
Arie juga mengapresiasi video yang dibuat oleh siswa-siswa SMP Santa Maria Surabaya yang mengirimkan pesan anti-perudungan. Dalam konteks itu, Arie menyampaikan bahwa kemampuan anak-anak dalam membuat konten positif akan membuat internet dan media sosial semakin positif. "Tidak perlu menunggu dewasa dan berkuasa untuk mengubah dunia, melainkan anak-anak Surabaya dapat memulai dengan membuat konten positif sehingga dunia maya akan menjadi tempat yang aman bagi semua anak," lanjutnya.
Mitra Muda UNICEF, Cristina Setia Ningrum, menambahkan bahwa perubahan untuk membawa internet yang positif harus dilakukan oleh kaum muda, yang saat ini mendominasi dunia digital. Sebagai digital native, anak-anak muda memiliki peran penting dalam aksi pencegahan eksploitasi dan penyalahgunaan seksual anak di ranah daring. Dengan kreativitas dan energi yang dimiliki, anak-anak muda Indonesia dapat berperan aktif dalam menciptakan konten dan nilai-nilai positif di dunia maya.
BACA JUGA:Hailey Bieber Kembali Beri Dukungan Selena Gomez
BACA JUGA:Sidang Korupsi DPRD Jatim: Ada Catatan Pembagian Jatah di Ruang Sekwan