Benar kata orang bahwa ibadah haji adalah ujian fisik sekaligus ujian kesabaran. Semuanya harus dijalani dengan ikhlas. Pamuji Setyawan dari Biro Haji dan Umrah Dewangga cabang Ngawi melaporkan langsung dari Makkah.
RITUAL haji belum selesai. Meski sudah melewati puncaknya di Arafah, masih ada ritual yang merupakan rukun haji yang harus dilaksanakan. Ibarat mendaki puncak sebuah gunung, ada turunan yang dilalui untuk kembali.
Masih ada mabit dan mencari kerikil di Muzdalifah, lempar jumrah di Mina dan tawaf ifadoh di Masjidil Haram.
Diawali dengan perjalanan bus ke Muzdalifah. Rombongan satu kloter yang terdiri dari 450 orang diangkut dengan bus ke Muzdalifah. Area Muzdalifah terletak di Makkah
BACA JUGA:Kabar Dari Tanah Suci (15): Kehangatan Tenda Maktab yang Dingin
BACA JUGA:Kabar Dari Tanah Suci (14): Terharu Melihat Semangat Jemaah Sepuh
Ketika memasuki Muzdalifah terlihat nomor-nomor yang dipasang di pinggir jalan dari nomor besar ke nomor kecil. Rupanya nomor maktab. Masing-masing maktab memiliki kapling sendiri di Muzdalifah. Masing-masing maktab juga ternyata memiliki cara berbeda untuk memanjakan jamaah yang menghuni maktabnya. Semacam ibu kos yang kamarnya disewa selama 42 hari.
Antrean jemaah di Muzdalifah untik naik ke bus menuju ke Mina, 28 Juni 2023. -Pamuji Setyawan-Dewangga-
Di Muzdalifah juga berlaku hal yang sama. Ada maktab yang menyediakan kerikil di hamparan yang ada dipakai untuk mabit dan mencari kerikil. Kerikil disebar begitu saja di banyak titik. Jemaah mencari dan mengumpulkannya sendiri. Maktab lain tidak mau kalah, kerikil sudah disiapkan dalam paketan yang apik. Ketika turun dari bus dan masuk melalui pintu pagar hamparan milik maktab 35, saya langsung disambut dengan tawaran paketan kerikil dari petugas maktab. Satu paket berisi batu kerikil sejumlah 70 lebih. Minimal yang dibutuhkan 70 buah. Saya dapat ibu kos yang baik.
Mabit di Muzdalifah disyaratkan melewati tengah malam. Kloter saya datang kira-kira pukul 10.30 waktu setempat. Setelah lewat tengah malam Kami menunggu giliran untuk menuju pintu keluar untuk kemudian masuk bus yang membawa ke Mina. Pukul 02.00 jemaah mulai bergerak menuju pintu keluar. Di luar dugaan, sudah panjang antrean menuju ke arah pintu keluar. Sepertinya akan lama karena antrean terlihat lambat bergerak.
Untuk angkutan dari Muzdalifah menuju Mina infonya dibatasi. Tujuannya untuk mengurangi kemacetan dan mencegah bus terjebak macet parah. Konsekuensinya jemaah harus bersabar menunggu jemputan bus.
Pamuji Setyawan, DIan Prihatina, dan dr Indah Pitarti.-Pamuji Setyawan-Dewangga-
Saya tidak sengaja tertinggal rombongan yang mengantre. Istri saya, Dian Prihatina, perlu ke toilet ketika jemaah kloter bergerak mengantre. Ada dokter Indah Pitarti, petugas haji daerah dari RSUD dr Soeroto, Ngawi, yang juga tertinggal karena ikut menunggu istri saya. Antrean sudah terlalu panjang ketika kami akan bergabung. Akhirnya kami putuskan untuk menghabiskan waktu di Muzdalifah menunggu antrean sepi.
Jadilah akhirnya Kami menunggu sambil menimba pengalaman dari dokter Indah yang ternyata sering kali menjadi petugas haji. Sambil menunggu dhuha di Muzdalifah. (*)