HARIAN DISWAY – Mahkamah Agung (MA) melarang semua hakim pengadilan untuk mengabulkan pencatatan perkawinan berbeda agama dan keyakinan.
Larangan tersebut terdapat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-umat yang Berbeda Agama dan Keyakinan. SEMA ini ditandatangani oleh Ketua MA Muhammad Syarifuddin pada Selasa 17 Juli 2023.
BACA JUGA: Gugat PN Surabaya, Minta Batalkan Izin Nikah Beda Agama
Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2023 yang Melarang Pengadilan Mengabulkan Pernikahan Beda Agama--
Banyak Pengadilan Sahkan Pernikahan Beda Agama
Kententuan yang ada pada SEMA Nomor 2 Tahun 2023 ini diterbitkan setelah sering dikabulkannya permohonan penetapan kawin beda agama oleh Pengadilan Negeri. Pada Juni 2022, Pengadilan Surabaya pernah mengabulkan perkawinan beda agama antara pasangan pria Islam dan perempuan Kristen.
Selanjutnya, hal serupa juga dilakukan oleh Pengadilan Negeri Pontianak, Pengadilan Negeri Yogyakarta, Pengadilan Negeri Tangerang, dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Terakhir, pada Juni 2023 dilakukan kembali oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
BACA JUGA:Pernikahan Beda Agama Sudah Pernah Terjadi
Selama ini yang terjadi dalam pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan penetapan kawin beda agama adalah menggunakan dasar hukum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Eksistensi pencatatan perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan dalam Pasal 35 huruf a Undang-Undang Administrasi Kependudukan telah membuka peluang bagi mereka yang hendak mengajukan pencatatan perkawinannya secara sah sesuai aturan negara.
BACA JUGA:Menikah dengan Kontroversi Beda Agama, Mikha Tambayong Resmi Ganti Nama
Padahal secara jelas hal ini bertentangan dengan Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan yakni Perkawinan yang sah adalah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Terhadap fenomena ini, hakim dapat memiliki pandangan yang berbeda-beda, ada yang menolak mengabulkan permohonan penetapan perkawinan beda agama, namun di sisi lain ada juga yang mengabulkan permohonan penetapan perkawinan beda agama.
Apabila problematika multi tafsir ini terus dibiarkan maka akan menimbulkan ketidakpastian hukum di masyarakat.
Sehingga pada SEMA Nomor 2 Tahun 2023 dijelaskan bahwa untuk memberikan kepastian dan kesatuan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antarumat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan, para hakim harus berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:
- Perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu, sesuai Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 8 huruf f UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
- Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar umar beragama yang berbeda agama dan kepercayaan.
BACA JUGA:Kepastian Hukum di Pernikahan Beda Agama
Menurut Wakil Dekan 1 Fakultas Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten Ishom El Sah , SEMA Nomor 2 Tahun 2023 ini dapat dijadikan bahan tabayun para hakim di pengadilan ketika memeriksa perkara perkawinan.
Hakim ketika memeriksa kasus perkawinan seharusnya mengedepankan asas formal hukum perkawinan bukan hukum administrasi kependudukan. “Kita berharap diterbitkannya SEMA No 2 Tahun 2023 mampu merekatkan dan menguatkan antar-institusi negara. Selain itu UU Perkawinan ditaati oleh masyarakat, tanpa pengecualian.” Ujarnya. (Nela Erdianti)