Rekomendasi One Day Escape dari Surabaya: Mendaki Gunung Pundak di Mojokerto, Cocok Buat Pemula

Sabtu 12-08-2023,12:53 WIB
Reporter : Guruh Dimas Nugraha
Editor : Retna Christa

HARIAN DISWAY – Hanya punya libur sehari, tapi ingin healing di gunung? Buat pemula, salah satu yang direkomendasikan adalah Gunung Pundak.

Gunung Pundak tidak terlalu tinggi. ’’Hanya’’ 1.585 meter di atas permukaan laut. Namun kita bisa menikmati alam serta jalur pendakian yang tak terlalu curam. Pelukis yang berdomisili di Gresik, Woro Indah Lestari, mencoba mendakinya bersama suami dan keponakan beberapa pekan lalu.  

Pada Minggu pagi, mereka sudah berkemas. Makanan jangan tertinggal, khususnya camilan. Terlebih perlengkapan mendaki. ’’Meski destinasi tak terlalu tinggi, tapi tetap saja. Mendaki tetaplah mendaki. Perlengkapan harus proper,’’ jelas Woro.


REKOMENDASI one day escape, mendaki Gunung Pundak cocok buat pemula.-Woro Indah Lestari untuk Harian Disway-

Sengaja mereka memilih mendaki ke bahu Welirang. Bukan puncaknya. Mendaki di bahunya saja cukup. Tak menghabiskan waktu dan energi berlebih. ’’Apalagi libur kami cuma hari Minggu itu saja. Kalau ke puncak Welirang jelas butuh persiapan khusus. Termasuk tenda untuk menginap,’’ papar dia.

BACA JUGA: Mendaki Bersama Komunitas Kecanduan MDPL dan Stereotip Mistis di Gunung

Pukul enam, mereka berangkat dari Gresik ke Gunung Pundak di kawasan Mojokerto. Rute menuju ke sana bisa melalui dua alternatif. Yakni lewat jalur Pacet atau Celaket. Karena sudah terlalu sering lewat Pacet, mereka memilih jalur Celaket. Agar nuansanya berbeda. Perjalanan ditempuh selama tiga jam saja. Jalanan lengang. Karena Celaket memang bukan jalur favorit.


REKOMENDASI one day escape, mendaki Gunung Pundak cocok buat pemula.-Woro Indah Lestari untuk Harian Disway-

Pukul sembilan, mereka sudah tiba di pos perizinan Gunung Pundak. Penjaga pos berpesan agar mereka senantiasa mengikuti rute setapak pendakian. Jangan coba mengambil rute lain yang tak memiliki setapak. Meski tak terlalu tinggi, jika tersesat di Gunung Pundak bisa bahaya juga.

Setelah mengurus perizinan, mereka mulai mendaki. Tempat awal yang ditemui adalah sebuah lahan dengan tanaman-tanaman hias yang sengaja ditanam oleh pengelola. Untuk kepentingan wisata. Pada bagian depan setiap tanaman ditancapkan papan informasi tentang tanaman tersebut.

BACA JUGA: Ojek Mogok Dini Hari, Lanjut Mendaki Seorang Diri

Mereka berjalan sekitar 20 menit. Setelah melalui tanaman-tanaman hias, mereka mulai memasuki areal yang masih alami. Tanaman-tanamannya tumbuh natural. Demikian pepohonannya yang tinggi. Tak berapa lama, tibalah mereka di Pos Pantau.

’’Di situ saya dan suami beristirahat sejenak. Satrio, keponakan saya, masih semangat. Karena dia masih muda,’’ jelas Woro. ’’Lha kami? Di usia 40 tahun lebih, stamina tak lagi seperti dulu. Harus banyak berhenti. Menyimpan tenaga. Baru jalan lagi,’’ tuturnya.

Dari Pos Pantau, mereka memasuki kawasan tanaman-tanaman liar dengan pohon-pohon yang cukup rapat. Ada pula satu pohon besar dengan akarnya yang menjulur ke segala arah. Woro sangat menyukai pohon. Dia selalu menyempatkan beberapa menit untuk mengamatinya. Sebab, lukisan-lukisan karya dia identik dengan pohon.


REKOMENDASI one day escape, mendaki Gunung Pundak cocok buat pemula.-Woro Indah Lestari untuk Harian Disway-

Sekitar 50 menit mereka berjalan hingga sampai ke Pos 2. Kembali beristirahat. Di balik pos tersebut, terdapat lansekap pemandangan yang sangat indah.

BACA JUGA: Gunung Ijen Jadi Geopark

Pepohonan besar tampak menjulang tinggi, seperti sekawanan raksasa yang sedang menjaga sekolah sihir Hogwarts dalam film Harry Potter. Bedanya, raksasa-raksasa itu punya rambut hijau. Alias daun-daun yang rimbun dan menjulur di sekujur dahannya.

Di tempat itu, satu pohon besar dapat menjadi ruang hidup yang ideal bagi tumbuhnya anggrek liar serta tanaman berjenis paku. Sangat indah. Filosofinya, pohon saja mau merelakan dahannya. Berbagi untuk tanaman lain. Mengapa manusia tidak?


REKOMENDASI one day escape, mendaki Gunung Pundak cocok buat pemula.-Woro Indah Lestari untuk Harian Disway-

Di mata Woro, ada sebatang pohon tumbang yang tampak artistik. Sudah tumbang, tapi dahannya masih kokoh, meski terlihat lubang di sana-sini. Dan walau akarnya tercerabut dari tanah, jamur-jamur tumbuh subur merayapi dahan hingga rantingnya. Seonggok kayu yang tak berguna sekali pun masih memiliki manfaat bagi mahluk lain.

Mereka melanjutkan perjalanan menuju puncak. Bayang Gunung Welirang yang kokoh tiba-tiba terlihat samar. Kabut yang datang menyergap. Harus ekstra hati-hati dalam melangkah.  Untungnya saat itu tak hujan. Cuaca cerah. Bila hujan, setapak menuju puncak Gunung Pundak sangat licin. Butuh sepatu hiking khusus untuk melewatinya dengan aman.

BACA JUGA: Di Puncak Gunung Penanggungan, Tak Ada Mistis di Pohon Nangka

Setelah berjalan lagi sekitar 55 menit, mereka tiba di puncak Gunung Pundak. Tandanya berupa kabut yang tiba-tiba menyeruak, hilang, menampakkan lahan lapang di puncak gunung berketinggian tersebut.

Bekal makanan dikeluarkan, lalu mereka duduk dan makan bersama. Setelah kenyang, Woro dan suami menikmati suasana. Angin semilir, bunyi serangga hutan, dan kicau burung-burung liar. Sungguh damai. ’’Membawa kembali suasana romantis seperti saat kami masih pacaran dulu,’’ kata Woro, lantas tertawa.

BACA JUGA: Rileks di Tenda Dome di Lereng Dua Gunung

Dari ketinggian, kami melihat ke kejauhan. Semua tampak kecil. Woro tiba-tiba teringat pada sebuah peribahasa. Yakni, di atas gunung masih ada gunung. Di atas apa yang tampaknya paling hebat, pasti masih ada yang lebih hebat lagi.  

Suami Woro tiba-tiba merangkul pundaknya. Lalu berkata, ’’Ada lagi yang lebih tinggi dari puncak gunung tertinggi sekali pun,’’ ujarnya. Woro penasaran. Apa itu?

’’Wong ngarit,” jawab sang suami.

Ia menambahkan, ’’Itu lho, orang yang cari rumput di puncak gunung. Orang itu lebih tinggi dari puncak gunung, dong!’’ Duh, bapack-bapack jokes banget! Eh, tapi bener juga, ya... (*)


Kategori :