Hal itu terjadi karena Jokowi dianggap lebih memilih Prabowo Subianto sebagai calon presiden ketimbang Ganjar Pranowo yang sudah resmi dideklarasikan oleh PDIP.
BACA JUGA:Penunggang Gajah, Agama, dan Politik
BACA JUGA:Rocky Gerung ”Hujjatul Islam”
Kedua pihak berusaha play down, ’menganggap kecil dan menyembunyikan’, konflik itu. Namun, dalam banyak kesempatan, Megawati Soekarnoputri sebagai supremo PDIP lebih sering mengkritik Jokowi dan kebijakan-kebjiakannya.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto secara lugas menyerang proyek food estate yang disebutnya sebagai kejahatan lingkungan. Serangan tersebut ditujukan secara langsung kepada Prabowo yang memantul ke Jokowi.
Kecemburuan kepada Prabowo makin tajam ketika Budiman Sudjatmiko secara terbuka menyatakan dukungan kepada Prabowo. Itu merupakan hubungan yang aneh.
BACA JUGA:Goyang Beringin
BACA JUGA:Mesin Relawan di Kabinet
Mengingat, Budiman ialah korban penculikan 1998 yang dikaitkan dengan Prabowo sebagai pelakunya. Tetapi, pragmatisme politik bisa mengalahkan pertimbangan-pertimbangan ideal.
Prabowo menikmati endorsement yang melimpah dari Jokowi. Partai Golkar dan PAN –yang semula bersama PPP membentuk koalisi yang disebut-sebut akan dipakai sebagai perahu pelampung Ganjar Pranowo– tiba-tiba menyeberang ke kubu Prabowo.
Belum lagi kelompok relawan pendukung Jokowi yang kemudian ikut-ikutan bertransmigrasi, bergabung ke kubu Prabowo.
BACA JUGA:Impor Beras
BACA JUGA:Netralitas Jokowi
Pergerakan masif itu diikuti PSI yang hijarah mendukung Prabowo. Padahal, beberapa bulan lalu Partai Solidaritas Indonesia itu dengan gegap gempita mendukung Ganjar Pranowo.
Tapi, sekarang partai tersebut balik kanan menelantarkan Ganjar dan bergabung dengan Prabowo.
Pentolan PSI Grace Natalie kelihatannya tidak merasa perlu menyiapkan diri dengan alasan yang masuk akal untuk menjelaskan gerakan balik kanan itu.