Ancaman Harga Beras

Jumat 29-09-2023,08:00 WIB
Reporter : Imron Mawardi*
Editor : Yusuf Ridho

Dari sisi suplai, ada potensi penurunan produksi beras cukup signifikan. Secara musiman, saat ini kita ada di siklus gadu dan akan memasuki siklus paceklik Oktober–Januari 2024 yang biasanya harga akan melejit. 

Harga akan anjlok saat panen raya yang biasanya Februari–Mei, ketika produksi mencapai 60 persen dari produksi setahun. 

Secara keseluruhan, produksi beras tahun ini memang diprediksi akan turun. Dalam kerangka sampel BPS, penurunannya mencapai 0,67 juta ton menjadi 27,88 juta ton. 

Itu akan diperparah oleh El Nino yang menyebabkan akan kemunduran jadwal tanam dan panen. Diperkirakan, penurunannya bisa mencapai 1,5 juta ton. 

Dengan potensi penurunan suplai, di saat bersamaan akhir tahun ini demand beras diperkirakan masih akan naik. Januari–Oktober ini diperkirakan konsumsi beras mencapai 25,45 juta ton. Itu lebih tinggi daripada periode yang sama tahun lalu yang hanya 24,15 juta ton. 

Dengan ketidakseimbangan produksi dan konsumsi itu, harga beras akan cenderung naik. Apalagi, pada saat bersamaan, harga beras impor pun akan naik akibat kenaikan harga global.

Dengan melihat penyebab dan solusi yang diambil pemerintah, tampak bahwa keadaan seperti ini berpotensi terjadi lagi di masa-masa mendatang. 

Sebab, solusi yang diambil ini hanyalah solusi jangka pendek. Yang hanya bisa meredam kenaikan harga untuk beberapa saat, dan kemudian tak terkendali lagi. 

Untuk itu, pemerintah perlu memikirkan solusi jangka panjang dengan mengurangi ketergantungan terhadap impor. Pertama, memberikan perhatian lebih tinggi terhadap sektor pertanian. 

Sektor tersebut perlu disubsidi dan dikembangkan untuk meningkatkan nilai tukar petani (NTP). NTP yang rendah akan menyebabkan masyarakat enggan mengembangkan pertanian dan itu bisa menjadi ancaman serius di masa depan.  

Kedua, pemerintah perlu menurunkan beras per kapita dengan mencari sumber pangan alternatif. Porang, jagung, ketela pohon, dan sumber pangan lokal lainnya bisa menjadi pengganti beras. 

Itu hal yang tampak sepele. Namun, jika berhasil, itu akan signifikan menurunkan ketergantungan terhadap beras. (*)

 

*) Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Wakil Dekan Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin Universitas Airlangga.

 

Kategori :