Postur AH tinggi kurus, berkulit bersih, berwajah tak bersalah. Saat membunuh, ia mengenakan kaus hitam celana panjang krem. Dari penampilannya, ia tidak seperti orang gila.
Diinterogasi polisi, AH berbelit-belit. Jawabannya ngawur, ngelantur. Entah dibuat-buat atau ia memang kelainan jiwa. Polisi terus menginterogasi. Jawaban pelaku makin ngelantur.
Wibisono: ”Misalnya, kami tanya ngapain ia berada di situ, mau ke mana? Dijawab: Mau ke langit. Jawabannya tidak nyambung seperti itu. Sepertinya ia kurang waras.”
Polisi tidak percaya begitu saja. Rumah keluarga pelaku di Tangerang didatangi. Polisi minta keterangan ibunda pelaku. Juga, mewawancarai adik pelaku. Hasilnya kurang lebih sama dengan dugaan polisi.
Ibunda pelaku menceritakan, AH memang kurang waras. Penganggur dan sering stres. Kelihatan linglung. Berperilaku aneh. Dan, hampir tiap hari dari rumahnya menuju Mal Central Park.
Wibisono: ”Ibunda pelaku menceritakan, beberapa waktu lalu si ibu mengajak pelaku berobat ke RSJ. Tapi, pelaku menolak. Dipaksa berobat, tetap menolak. Tapi, selama ini, kata ibunya, tersangka belum pernah menyerang orang. Si ibu juga tidak tahu kalau tersangka membawa pisau sejak dari rumah, sebelum membunuh.”
Tahap penyidikan berikutnya, polisi akan memeriksa kejiwaan tersangka di RS Bhayangkara Polri. ”Kami cuma memperkirakan tersangka gila, tapi kepastiannya menunggu hasil pemeriksaan tim psikiater,” ujar Wibisono.
Jika benar AH gila, sungguh mengerikan. Ia gila dan membawa pisau, lalu menuju Mal Central Park. Bayangkan, ia bisa melukai bahkan membunuh siapa saja. Secara acak. Tanpa motif. Tanpa kata-kata. Diam-diam langsung membunuh siapa saja di dekatnya.
Tapi, mengapa korban sempat mengirim sinyal SOS? Kompol Wibisono menduga, Apple Watch korban membentur sesuatu secara keras. Dengan demikian, otomatis mengirim sinyal SOS (sudah diatur) masuk ke HP suami.
Namun, berdasar petunjuk penggunaan Apple Watch, sinyal SOS cuma terkirim jika tombol di Apple Watch ditekan atau digeser. Tidak sembarangan sinyal SOS terkirim. Pasti kerana tombol sengaja ditekan.
Begitu tombol di Apple Watch ditekan pengguna, benda itu mengirimkan sinyal SOS ke ponsel yang diatur sebelumnya, yakni milik suami. Sinyal SOS disertai data lokasi pengirim pada saat itu melalui global positioning system (GPS). Tombol itu tidak mungkin kepencet karena letaknya tersembunyi.
Sementara itu, pihak manajemen Mal Central Park pada Jumat, 29 September 2023, mengeluarkan siaran pers, bahwa lokasi pembunuhan bukan di dalam mal. Melainkan, di luar gedung mal. Tapi, di jalan dekat lobi, di dalam area gedung mal. Maksud pengumuman itu mungkin supaya pihak mal tidak dimintai pertanggungjawaban.
Kejadian itu sama saja dengan perilaku teroris. Kejadian begini bisa terjadi di mana saja. Korbannya pun bisa siapa saja. Meski, korban punya alat pengirim sinyal SOS.
Pembunuhan model begini, jika pelaku dan korban berlainan jenis, disimpulkan peneliti psikiatri, umumnya kelainan jiwa terkait seks. Itu diungkap di Pengadilan Tinggi The Old Bailey, London, Inggris, sembilan tahun silam.
Dikutip dari The Guardian, Jumat, 28 Februari 2014, berujudul Joanna Dennehy: serial killer becomes first woman told by judge to die in jail, disebutkan, pembunuh gila itu wanita dua anak bernama Joanna Dennehy (waktu itu usia 31 tahun).
Dennehy membunuh tiga pria, semua korban dipilih secara acak. Yakni, Lukasz Slaboszewski, 31; John Chapman, 56; dan Kevin Lee, 48. Semuanya dibunuh Dennehy dengan digorok. Akhirnya, terdakwa diperiksa psikiater.