Fakta itu tak mengurangi kekaguman tim Jejak Naga Utara Jawa Harian Disway terhadap batik Tiga Negeri. Ia memang tak memiliki motif spesifik seperti batik sinografi milik Sigit Witjaksono.
Tidak juga mengandung cerita khas Tiongkok ala batik karya Gouw Yang Giok di Cirebon. Namun, setiap kainnya merupakan bukti asimilasi budaya yang sempurna.
Motif batik Tiga Negeri memadukan motif-motif pesisir utara Jawa dan pedalaman. Motif-motif pesisir itu, contohnya, buket flora dan fauna.
Bahkan, menurut Harmen C.Veldhuisen dalam buku Batik Belanda 1840-1940: Dutch Innuence in Batik from Java, History and Stories, pada akhir 1800-an batik Tiga Negeri terpengaruh oleh art nouveau. Sebuah gaya seni dekoratif yang berkembang di Prancis.
Motif yang populer, salah satunya, adalah buketan bunga seruni. Melambangkan keceriaan dan kegembiraan. Sekaligus menjadi penanda datangnya musim gugur bagi masyarakat Tiongkok.
Ketika motif itu dibawa ke Indonesia, bunga tersebut menjadi simbol keindahan. Sekaligus menjadi lambang keseimbangan. Terlebih jika dipadukan dengan motif kupu-kupu dan burung.
Sosok-sosok binatang mitologis Tionghoa, seperti burung hong dan naga, juga banyak nongol dalam batik Tiga Negeri. Demikian pula dengan bunga teratai. Yang sering kita lihat mengambang permukaan kolam istana-istana Kaisar Tiongkok.
Terdapat pula bunga-bunga khas Eropa, seperti mawar dan tulip. Bentuk-bentuk itu "dicomot" setelah para pembatik memperhatikan busana noni-noni Belanda yang menetap di Lasem. Motif-motif itu banyak muncul di gaun kaum perempuan bangsawan maupun kain-kain para lelakinya.
Sementara itu, pengaruh budaya Jawa terpancar kuat melalui motif-motif parang maupun kawung. Mungkin tidak dominan seperti halnya batik-batik dari Solo. Tapi mereka terselip di antara motif-motif bunga maupun watu kricak (batu kerikil) yang mendominasi batik Tiga Negeri.
BACA JUGA: Mijn Roots Mencari Orang Tua Kandung: Batik Menyatukan Connection in Action (51)
Oemah Batik Tiga Negeri
AKULTURASI dalam selembar batik di pesisir Pantai Utara Jawa. Foto: para pembatik Tiga Negeri bekerja memproduksi batik Lasem yang unik di Lasem, Januari 2023. -Doan Widhiandono-Harian Disway-
Sejarah batik Lasem memang begitu panjang. Jejaknya membentang hingga berabad-abad silam. Di Oemah Batik Tiga Negeri, keelokan motif khas peranakan itu terlihat pada sketsa berusia lebih dari 150 tahun.
Shafind Firstnanda Aditya, staf Oemah Batik Tiga Negeri, mengajak tim Jejak Naga Utara Jawa ke masa silam. Tidak melalui mesin waktu.
Tetapi melalui lembaran-lembaran kain yang terhampar—atau terlipat dengan rapi—di Oemah Batik Tiga Negeri yang terletak di Desa Karangturi Gang IV tersebut.
Dengan telaten, Shafind menunjukkan ciri motif batik peranakan yang masih abadi hingga kini. Warna-warni batik itu mewujud dalam detail motif yang kecil dan halus. Menampakkan betapa rumitnya proses pembuatan batik tulis.