Ha?
Tak ada nama toko, tak ada etalase megah. Tak ada juga manekin-manekin langsing yang memeragakan busana-busana batik kekinian.
Toko itu ada plang namanya. Disponsori sebuah perusahaan ekspedisi. Tapi lokasinya di lantai dua bangunan itu. Tak terlihat dari bawah. Tulisan Kanoman Batik baru bisa dilihat dari seberang jalan.
BACA JUGA: Pertegas Komitmen Ekspor UMKM, Shopee Dukung Produsen Batik Lokal Berdaya Saing Global
Kami diajak masuk lewat pintu kecil di samping bangunan utama. Ada ruangan sempit di situ. Isinya hanya kasir dan fasilitas packing. Terlihat beberapa rak baju yang digantungi sedikit koleksi blouse dan kain.
Tapi bukan di situ batik peranakan spesial yang kami buru.
Batik Bu Giok benar-benar tersembunyi di jantung Pasar Kanoman. Dari pintu belakang ruangan kecil itu, terlihat sebuah halaman luas. Lengkap dengan taman dan kolam ikan.
Gemercik airnya bersahutan dengan gerimis yang menderas. Halaman itu rupanya memisahkan bangunan toko di depan dengan sebuah rumah megah di bagian belakang.
Rumah itu tua. Usianya hampir seabad. Dindingnya dari bata merah—yang ini hasil renovasi—dengan lantai tegel berwarna abu-abu. Seluruh perabotnya dari kayu bergaya kuno. Itu rumah Gou Yang Giok. Atau yang lebih akrab disapa Bu Giok.
BACA JUGA: IISMA di Republik Lituania Kenalkan Budaya Batik Indonesia
Perempuan 79 tahun itu menyambut kami dengan ramah. Meskipun beberapa jam sebelumnya baru saja menemui staf duta besar negara tetangga.
"Ngomongin batik juga," kata Giok. Suara dia masih terdengar tegas. Tak seperti orang yang usianya hampir delapan dekade.
Giok mengungkapkan, dirinya adalah generasi keempat pembuat batik di keluarga. Zaman dulu, tidak sembarang orang boleh membuat batik. Apalagi orang Tionghoa.
Lebih-lebih lagi kalau hendak membuat motif-motif keratonan. Wah, dobel sulit. Keraton sangat tertutup. Mereka tak mau busananya disamai rakyat jelata.
Namun, pada 1934, ayah Giok, Gouw Tjin Lian, berhasil mendapatkan izin dari Keraton Kanoman. Untuk membuat batik bermotif keratonan.
BACA JUGA: Hari Batik Nasional, Wagub Emil: Batik Tak Bisa Direplika oleh AI