Menjemput Cahaya Kepemimpinan

Jumat 19-01-2024,09:09 WIB
Reporter : Suparto Wijoyo
Editor : Heti Palestina Yunani

Kini saya memperhatikan dengan sangat hati-hati sambil merentangkan segmen nilai atas jelajah lingkar ndaru. Seluruh warga yang terekam dalam DPT merupakan titik-titik perangkai kekuatan pulung kesemestaan. Pulung itu kini terselip dalam kelambu alam yang akan memberikan pemungkasan pemenang bagi manusia yang dikehendaki-Nya. 

Terkadang bukan untuk tambah baik melainkan penguatan karakter tentang hidup yang dinamis. Di manakah pulung kekuasaan itu? Sabar ya. Pada saatnya akan keluar di jelang masa coblosan. Siapa yang dapat melihatnya? Adakah itu para lembaga survei ataukah para penempuh jalan sunyi?

Untuk sementara ini yang kita lalui adalah lintasan jalur kampanye pilpres 2024 yang tengah  menyajikan banyak misteri untuk disongsong menjadi sebongkahan kisah bagi siapa saja. 

Para pengemban amanat menyelancarkan visi-misi melalui gelombang yang direka untuk memenangkan pertarungan. Rakyat diburu dengan beragam janji atas pelayanan. Pajak dan kenaikan harga disetel dengan biaya ikutan yang membuat warga kebanyakan tersengal-sengal. Pertumbuhan ekonomi dilansir melalui angka-angka yang diujarkan sebagai penanda bahwa kesejahteraan sosial sedang dihelat. 

Gerai-gerai yang tutup dianggap giliran dari seleksi alam (natural selection) yang biasa diajarkan Charles Darwin (1809-1882) dalam karya pujaan kaum materialis The Origin of Species yang dipublikasikan tahun 1859. 

Tutupnya toko-toko konvensional diatributi karena maraknya bisnis online, dan bukan diakibatkan rontoknya “daun-daun keperkasaan” negara. Kamar-kamar pemberitaan diselimutkan penuh kebaikan. Semua yang diunggah hanyalah yang berkesejatian bagi kekuasaan yang sedang melakonkan diri penuh makna walau bencana datang bertubi-tubi. 

Para pendukung terus berlari semburat membanjiri jalanan “media massa” supaya arus lalu lintas berita terkontrol dalam ejaan yang disepekati tuannya. Para pengkritik digiring memasuki “lahan parkir” dengan perintah tunggal “silahkan istirahat di tempat”. 

Tahun 2024 adalah areal “pertempuran citra” yang musti dimenangkan dan kaum cendekia diberi kelambu sambil disodori program tentang “aset negara” yang hendak “disedekahkan”. APBN mau dicipratkan ke ladang-ladang kampung tingkat RT yang bernama bansos. Inilah potret kendali wewenang hukum dengan mengajak para “pengagum”  tertegun. 

Menjemput Cahaya

Derap langkah perjalanan  waktu pemilu 2024 kini tersorot sedemikian memendek. Ada hamparan “bercocok tanam” untuk menggarap “sawah kenegaraan” agar tetap dalam genggamannya. Perjalanan tahun ini semakin kentara warna-warni “pembatasan demi ketenangan nasional” melalui klaim melanjutkan pembangunan.

Kata sakti yang mengkristal dalam ajaran Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI hanya dipetuahkan tanpa teladan. Kita dibuat berbelah karena beda pilihan.  Setiap jengkal teritorial kedaulatan  diawasi dengan sodokan: “sampeyan itu liyan”, mau melanjutkan atau perubahan?

BACA JUGA: Media Asing Sebut Khofifah Sosok Penentu Kemenangan Pilpres 2024

Dalam lingkup inilah hadirnya jiwa-jiwa kerdil pamer kuoso, adigang-adigung adiguna sambil selfie rumongso biso, musti direnungkan kembali.  Suara sunyi penanda menep’e ati yang biso ngrumangsani (biso rumongso) harus dicahayakan kembali.

Ingat cahaya ingatlah pula QS. An-Nur (24) ayat ke-35: Allah adalah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah ibarat misykat. Dalam misykat itu ada pelita. Pelita itu dalam kaca. Kaca itu laksana bintang berkilau. Dinyalakan dengan minyak pohon yang diberkahi, yaitu pohon zaitun yang bukan di Timur atau di Barat. Yang minyaknya nyaris menyala dengan sendirinya, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya. Allah menuntun kepada cahaya-Nya, siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah membuat perumpamaan bagi manusia. Sungguh Allah mengetahui segala. 

Pemilu 2024 ini adalah momentum menjemput cahaya kepemimpinan yang mampu menyimak suara lirih rakyat. Di tengah ingar bingar kampanye, sempatkanlah menjaga jiwa terdalam kita. Heningkan ruhanimu guna mendengar hadirnya ndaru, pulung kekuasaan esok waktu. (Oleh, Suparto Wijoyo, Guru Besar Fakultas Hukum, dan Dosen Strategic Leadership Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga)

Kategori :