Syukurlah pondok-pondok pesantren di banyak tempat menggeliat terpanggil menyelamatkan teritorialnya jangan sampai ”tidak punya mangkuk air” atau justru ”disapu air” yang membandang berupa banjir. Para santri menanti agar para cawapres itu mendongengkan kurangnya debit air bersih.
Sawah dan Gudang
Sejarah ekologi mengajarkan saat-saat sungai meluap mendendangkan tangisnya dan mengajak warga menari bersama dalam gelisah. Musim hujan bukannya digunakan untuk panen raya ”mendulang air” sebanyak-banyaknya untuk ”tabungan” di musim kemarau.
Kalaulah musim kemarau datang, yang terlintas adalah kekeringan yang menggoda dengan kali-kali yang tetap menyajikan derita pencemaran. Limbah-limbah industri mengalir deras dengan akibat ”tegalan dan sawah ladang” rusak serta tanah-tanah menitikkan air mata perih sebelum akhirnya gersang.
BACA JUGA: Jaket Naruto Ala Gibran Saat Debat Cawapres Jadi Sorotan Netizen
Dalam suasana mengemban senyum dan mengujarkan nasib para petani di dusun-dusun terpencil dari Jawa Barat sampai Jawa Timur, saya menyaksikan betapa mereka berdaya juang tanpa tanding. Namun, mereka merinding menyimak dendang sungai-sungai kecil yang mengalirkan jejaknya bersama petani yang telah direbut lahannya atas nama pembangunan.
Investasi didatangkan dengan langkah nyata membendung tegalan dengan pergudangan. Sepanjang jalan di Jawa ini, semua bisa berkisah.
Ada sungai-sungai yang menorehkan takdir kesedihan dengan arus yang menggelombang maupun tenang, tetapi ada misteri di dalamnya. Kisahnya menjadi seperti yang dilakonkan dalam novel yang menegangkan sekaligus menghibur dalam cekam yang mendalam, Into the Water (2017).
BACA JUGA: Kutip Paus Fransiskus, Cak Imin Serukan Tobat Ekologis di Debat Cawapres, Apa Maknanya?
Novel karya Paula Hawkins yang ”mendurasikan” tentang sungai yang indah tetapi sejatinya berpenampilan menipu karena sungai juga tempat paling mematikan di seluruh penjuru kota.
Airnya yang gelap dan dingin menyembunyikan apa yang ada di bawahnya. Ceritanya sangat memukau sehingga USA Today memberikan komentar: ”Kisah misteri yang lezat. Tenggelamlah. Sebagai imbalannya, kau akan mendapatkan akhir yang memuaskan. Cerita kriminal tentang sebuah sungai, yang akan membuatmu berpikir dua kali untuk mencelupkan kaki ke dalam air yang gelap dan dingin”.
Sungai dengan air yang gelap dan dingin itu tampaknya dulu dapat dirasakan hadirnya di Pulau Jawa. Namun, kini khalayak telah menyimak. Jawa telah membentangkan gudang-gudang pabrikan.
BACA JUGA: Debat Cawapres Kedua, Mahfud Pakai Jaket Pencinta Alam
Begitu celoteh yang terbaca dalam beragam pandangan. Agenda membuat jalan bebas hambatan di sepanjang tanah Jawa adalah pembangunan yang memang menyedot perhatian.