Perjalanan Spiritual yang Menakjubkan (2-Habis): Pernak-pernik Umrah di Tanah Suci

Senin 29-01-2024,21:14 WIB
Oleh: M. Turhan Yani

SAAT menginjakkan kaki di Tanah Suci Makkah, lega sekali rasanya setelah melalui perjalanan panjang dan lama naik pesawat dari Indonesia ke Jeddah, Arab Saudi, sekitar 10,5 jam. 

Rasa lelah selama perjalanan dari tanah air ke Makkah untuk menunaikan ibadah umrah dan dilanjutkan berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW di Madinah rasanya hilang ketika berada di Makkah dan Madinah yang diidam-idamkan seluruh umat Islam di dunia. 

Di Kota Makkah itulah manusia pilihan panutan umat sepanjang zaman, Nabi Muhammad SAW dilahirkan. Dengan misi kenabian, beliau membawa perubahan besar dalam kehidupan umat manusia yang dalam Al-Qur’an disebutkan dengan istilah minadzulumaati ilannuur (dari zaman kegelapan menuju zaman terang benerang). 

BACA JUGA: Perjalanan Spiritual yang Menakjubkan (1): Umrah, Membasuh Jiwa yang Kering

Pun, di Kota Madinah itulah Nabi Muhammad SAW (Rasulullah) diwafatkan Allah SWT dan dimakamkan di dalam Masjid Nabawi yang disebut Raudhah. 

Tempat itulah yang dicita-citakan oleh para jamaah umrah dan haji untuk diziarahi (dikunjungi) karena kerinduannya kepada baginda nabi, sebagaimana jamaah rindu thawaf di Ka’bah yang berada di dalam Masjidilharam di Makkah.

Perjalanan umrah memberikan gambaran betapa majemuknya atau heterogennya umat manusia di seluruh dunia dalam hal tradisi atau kebiasaan yang dijalani, yang itu semua memberikan kesadaran kepada umat manusia, khususnya jamaah umrah dan haji untuk memilki sikap lapang dada dan menerima keadaan dengan ikhlas dan suka rela. 


MUHAMMAD Turhan Yani bersama istri dan anak di Masjidilharam, Makkah. -(M. Turhan Yani untuk Harian Disway)-

Ada beberapa yang kami jumpai terkait hal tersebut. Misalnya, saat berada di Masjidilharam, Makkah, ada jamaah dari negara lain, biasanya dari Bangladesh dan Afghanistan, yang tiba-tiba duduk di tengah kita yang sudah lebih duluan duduk dengan nyaman dan tenang di dalam masjid saat menunggu salat berjamaah dimulai. 

Akan tetapi, karena membeludaknya jamaah, di antara mereka langsung duduk begitu saja di depan kita sehingga sempat berdesakan dan berimpitan. Kalau tidak sabar dan tidak memahami situasi demikian, biasanya seseorang akan marah dan mengumpat. 

Namun, ini adalah di kota suci, khususnya di Masjidilharam dengan Ka’bah Al-Musyarofah (yang mulia) yang ada di dalamnya, apalagi sedang umrah dan atau haji, tidak pantas dan tidak patut seseorang marah karena sesuatu yang kecil dan remeh. 

Untuk menyikapi hal demikian, jamaah umrah dan haji (karena musim haji lebih kompleks dan padat) diajarkan untuk memiliki sikap sabar, lapang dada, dan tidak perlu marah, apalagi mengumpat. 

Biarkanlah situasi yang dialami tetap sebagai sesuatu yang menyenangkan dan dinikmati karena kita bisa ziarah ke Tanah Suci Makkah dan Madinah untuk memenuhi panggilan Allah SWT. 

Umrah dan atau haji adalah nikmat yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan dengan hal-hal keduniaan lainnya, apalagi kalau dibarengi dengan sikap-sikap yang baik seperti tidak mudah marah, menerima apa pun yang terjadi selama di Tanah Suci. 

Tempat yang mulia tidak patut menjadi ekspresi kemarahan dan umpatan sebagai sifat yang sering ada pada manusia pada umumnya. Minimal selama menunaikan ibadah umrah dan atau haji, seseorang mampu mengendalikan sifat-sifat negatif tersebut. 

Kategori :