SURABAYA, HARIAN DISWAY - Sebanyak 14 anak dan remaja binaan Yayasan Urunan Kebaikan Surabaya berhasil menyelesaikan tantangan yang diberikan Kerajaan Inggris. Mereka ditantang melakukan empat hal yang berguna bagi diri sendiri dan masyarakat. Itu konsisten dilakukan selama 6 bulan.
BACA JUGA:Indonesia 2024–2029: Selamat Datang, Neoliberalisme Inklusif!
Setelah menyelesaikan tantangan selama setengah tahun itu, 14 anak mendapatkan Duke of Edinburgh’s International Award. Mereka berhasil meraih Award tingkat Bronze.
Pemimpin Yayasan Urunan Kebaikan Surabaya Gusti M Hamdan Firmanta, mengatakan puluhan anak binaan berasal dari pelbagai latar belakang. Di antaranya anak jalanan, anak yatim dan dhuafa, tuna netra, dan relawan sosial pendamping.
"Penghargaan dari Kerajaan Inggris diberikan anak muda usia 14-20 tahun. Mereka menerima tantangan menjalankan empat hal, kegiatan sosial, keterampilan, aktivitas fisik, dan menjalani penjelajahan alam," jelasnya pada acara Upacara Penyematan Penghargaan Duke of Edinburgh’s International Award di Marvell City Mall Surabaya, Sabtu, 17 Februari 2024.
Program yang diberikan oleh Kerajaan Inggris ini memiliki banyak manfaat bagi anak muda. Mereka bisa membangun kepercayaan diri dan memiliki kerangka global bagaimana menjadi manusia yang berdampak bagi orang lain. Sebab ada gerakan sosial yang mereka inisiasi.
"Sertifikat ini bisa jadi surat sakti untuk jenjang lebih global. Penghargaan sudah diakui 190an negara bisa dipakai dan harapannya bisa memiliki akses ke ranah global," jelasnya.
BACA JUGA:Kain Ecoprint Produk Penyandang Disabilitas Binaan Nurjanah Diapresiasi Fery Farhati
Program Award diselenggarakan di seluruh dunia melalui sekolah, perguruan tinggi, universitas, pemberi kerja, dan kelompok sosial masyarakat. Pangeran Edward sebagai Duke of Edinburgh, merupakan pelindung dari Program Penghargaan Internasional Duke of Edinburgh di seluruh dunia. Sedangkan di Indonesia, program award diperkenalkan pada 1993 dengan nama yang berbeda-beda.
Yayasan Urunan Kebaikan menangkap peluang program bagi binaannya yang berasal dari keluarga pra-sejahtera, remaja yatim, dan tuna netra. Langkah ini perlu diapresiasi mengingat program selama ini hanya diberikan kepada kalangan tertentu saja.
Sementara itu, salah satu penerima award, Febriand Valentino merupakan seorang tuna netra. Ia mengaku sudah terbiasa berkompetisi tapi kali ini berbeda.
"Nah baru kali ini saya tahu ada kompetisi melawan diri sendiri. Ini sangat pertama bagiku. Selama 6 bulan saya ikut pencak silat, kemudian nulis naskah film dan sosialnya saya mengajar gitar," ujarnya. (*)