Mudik Balik

Selasa 16-04-2024,05:00 WIB
Reporter : Arif Afandi
Editor : Yusuf Ridho

MASA itu telah usai. Masa untuk berkumpul dengan keluarga yang biasa dilakukan saat Hari Raya Idulfitri. Atau, yang biasa disebut dengan Lebaran.

Biarlah ada pendakwah yang berfatwa mengharamkan silaturahmi di saat Lebaran. Biarkan saja jika ada yang mem-bid’ah-kan sungkeman kepada orang tua di Hari Raya Idulfitri.

Toh, semua itu –sungkeman dan silaturahmi– bukan lagi sebagai ritual agama. Kecuali salat sunah Idulfitri dan perbanyak takbir dan tahmidnya. Tapi, sudah menjadi tradisi yang membumi. 

BACA JUGA: Ekonomi Mudik

Bahkan, halalbihalal adalah tradisi yang menyertai Hari Raya Idulfitri, hanya ada di Indonesia. Itu merupakan tradisi yang diciptakan untuk suatu kebaikan.

Halalbihalal merupakan tradisi yang diciptakan Bung Karno atas nasihat salah seorang pendiri NU KH A. Wahab Chasbullah. Tradisi itu semula diciptakan untuk menyatukan para elite politik di Indonesia.

Jadi, tidak semua kebaikan adalah ritual keagamaan. Ia bisa disebut sebagai bagian dari amal saleh yang dianjurkan agama. Kalau kebaikan yang diinspirasi ajaran agama disalahkan, lantas bagaimana?

BACA JUGA: Mudik Transformatif

Kesalahan mereka yang menyalahkan amalan itu karena ditafsirkan sebagai ritual agama. Sebagai ibadah yang harus merujuk kepada perkataan dan apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW.

Demikian pula: Mudik. 

Mana yang benar dari dua arti mudik ini? Mulih dhisik (pulang duluan) atau mulih nang udik (pulang ke desa atau kampung)?

Yang pasti, mulih berakar dari dari bahasa Jawa. Artinya, pulang atau kembali. Demikian juga dhisik yang berarti lebih dulu. 

BACA JUGA: Mudik

Kecuali kata udik yang berasal dari bahasa Melayu. Yang berarti ujung atau hulu. Atau, di sini dikenal desa atau kampung. 

Apa pun asal atau akar dari kata mudik, yang pasti mudik selalu berasosiasi dengan tradisi lebaran di Hari Raya Idulfitri. Tradisi pulang kampung dari rantau.

Kategori :