Pengambilan kebijakan pertahanan, keamanan, dan luar negeri Israel difokuskan pada kondisi geografis yang terjepit di antara kekuatan negara-negara di Timur Tengah dengan implikasi pada keterbatasan sumber daya yang ada dan mengurangi setidaknya ancaman pada deterrence Israel seperti perang-perang proksi.
BACA JUGA: Iran Bantah Ada Serangan Rudal, Hanya Jatuhkan Drone Tak Berawak
Jika melihat melalui kacamata pengambilan kebijakan Iran, pilihan untuk menggunakan kekuatan proksi adalah memberikan Israel konsep plausible deniability dalam hubungan antarnegara.
Konsep itu berhasil membuat Iran tidak bisa secara resmi dan legal dianggap secara langsung memberikan dukungannya kepada kelompok-kelompok proksi seperti Hamas Palestina, Hizbullah Lebanon, dan Houthi Yaman yang secara diplomatis dianggap sensitif oleh negara-negara sekitar.
Tindakan itu bukan tanpa risiko karena plausible deniability meliputi penyangkalan sehingga dapat mengurangi kredibilitas suatu negara dalam percaturan politik internasional.
BACA JUGA: Iran Jatuhkan Tiga Pesawat Tak Berawak Israel, Klaim Daerahnya Aman
Tingkatan kasus-belli antara dua negara dapat menekan Israel secara konsisten dan konsekuen meskipun terdapat peluang Israel dapat membalas aksi itu dengan skala yang jauh lebih masif.
Teheran membuat eskalasi menjadi lebih serius hingga konflik mencapai skala regional dengan target teritorial Israel. Terlebih, yang diserang adalah Tel Aviv sebagai titik gravitasi yang dinyatakan pakar strategi modern Clausewitz.
Estimasi Iran, aksi yang dilakukannya merupakan ”tit for tat” di dalam game theory atau Prisoner’s Dilemma sesuai Pasal 51 Piagam PBB yang menyatakan bahwa retaliasi dapat disahkan apabila bertujuan membela diri.
BACA JUGA: Imbas Israel Serang Iran: Rupiah Makin Anjlok, Ongkos Impor Ugal-ugalan, Waktunya Investasi Emas
AJANG TES ALUTSISTA BAGI KEDUA NEGARA
Kendati Israel didukung negara-negara Barat yang mengecam serangan Iran, dalam batasan tertentu, kerusakan fisik yang dihasilkan serangan pesawat nirawak dan rudal balistik dapat dikatakan masih minimal.
Belum lagi beberapa unit rudal Iran yang dalam pengoperasiannya mengalami malafungsi sehingga jatuh terlebih dahulu sebelum akhirnya dapat mencapai target.
Wacana di berbagai forum pertahanan bahwa aksi balas Iran menemukan kegagalan secara material terus bergulir dengan meragukan kekuatan rudal-rudal dan pesawat nirawak milik Teheran.
Kendati demikian, keuntungan strategis justru dipegang Iran. Sebab, pertama, tekanan dari Presiden AS Joe Biden kepada PM Netanyahu agar tidak memberikan balasan langsung karena alutsista –mulai Iron Beam, Iron Dome, Patriot, hingga Arrow– dianggap cukup mumpuni untuk menghancurkan sebagian besar pesawat nirawak dan rudal Iran.
Kedua, terdapat narasi yang berkembang di mata dunia internasional bahwa Iran adalah garda pelindung Palestina dan sebaliknya, AS beserta Yordania merupakan pihak pelindung aksi genosida Israel di Gaza, Palestina. Sebab, mereka membantu Israel untuk menangkis serangan rudal Iran.