HARIAN DISWAY - Banyak sekali kemiripan antara ajaran Tiongkok klasik dengan ajaran Nusantara. Untuk menyebut di antaranya, kita sama-sama diajarkan untuk bersatu, gotong royong, dan setia kawan dalam setiap situasi dan kondisi.
Sejak kanak-kanak, Anda tentu sudah hafal pepatah yang bunyinya, "Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing". Yang semakna dengan Cheng Yu yang berbunyi, "同舟共济" (tóng zhōu gòng jì). Itulah yang dipegang teguh oleh Dioz Brilliando (洪智煌) dalam berbisnis dan bermasyarakat.
Dalam sebuah organisasi atau perusahaan, kita harus selalu bersama-sama, bahu-membahu antarsemua lini untuk mengatasi masalah demi mencapai tujuan bersama.
"Saya senantiasa mewanti-wanti kepada diri saya untuk menjadi bagian dari solusi, bukan masalah," ujar Dioz, yang bekerja sebagai Business Development Representative di manufaktur Automotive Spare Part di Tiongkok.
Memang, tak terlampau sulit untuk kita pahami bahwa bersatu jauh lebih tangguh dibandingkan dengan berseteru. Kita sering diberi contoh dengan lidi yang akan gampang dipatahkan kalau cuma satu batang sendirian.
Juga akan sulit dipatahkan kalau banyak lidi digabung menjadi satu kesatuan. Itu benda. Bayangkan kalau manusia.
BACA JUGA: Cheng Yu Pilihan Direktur Politeknik Universitas Surabaya Agung Sri Wardhani: Qian Xu Jin Shen
Ada petuah begini dalam kitab I Ching, "二人同心,其利断金" (èr rén tóng xīn, qí lì duàn jīn): kekuatan dua orang bersatu, akan bisa mematahkan benda paling keras sekalipun. Dua saja begitu, apalagi kalau lebih banyak.
Tak heran bila dalam kitab Wenzi (文子), kitab yang konon ditulis oleh muridnya pendiri Taoisme Lao Tzu, dituliskan, "积力之所举,则无不胜也;众智之所为,则无不成也" (jī lì zhī suǒ jǔ, zé wú bù shèng yě; zhòng zhì zhī suǒ wéi, zé wú bù chéng yě).
Artinya: himpunlah kekuatan, maka tak akan ada yang tidak dimenangkan; himpunlah kecerdasan, maka tak akan ada yang tidak kesampaian. (*)