SURABAYA, HARIAN DISWAY - Undang-undang (UU) nomor 17/2023 tentang kesehatan sudah disahkan. Pengesahannya pada 8 Agustus 2023 lalu. UU itu dinilai menguntungkan tenaga kesehatan. Sebab, memiliki hak imunitas (kekebalan) hukum tersendiri.
Tetapi di sisi lain, UU itu sangat merugikan masyarakat. Pada akhirnya, aturan baru ini berpotensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Sehingga akan berpotensi terjadi praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Karena itu, berbagai elemen melakukan seminar dan diskusi terkait aturan tersebut. Niatnya, agar mendapat aturan turunan yang bisa menguntungkan semua pihak. Termasuk masyarakat. Beberapa organisasi pun membedah isi pasal tersebut.
BACA JUGA: Pekerja Wajib Screening Kesehatan Sekali dalam Setahun, Kemenkes Siapkan Turunan UU 17/2023
Mereka adalah praktisi hukum, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), jaringan rumah sakit (RS) Muhammadiyah se-Jatim, Perhimpunan Ahli Bedah Orthopaedi dan Traumatologi (PABOI) Jawa Timur dan Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) Surabaya.
Masbuhin, salah satu advokat mengatakan, salah satu pasal yang mengkhawatirkan di UU tersebut adalah pasal 308. “Justru sebenarnya itulah imunitas tenaga medis dan tenaga kesehatan,” katanya, Sabtu, 4 Mei 2024.
Karena ketika tenaga medis dan tenaga kesehatan tidak bisa tersentuh langsung oleh penegak hukum. Harus melalui majelis penegak disiplin profesi. Mereka akan mengeluarkan rekomendasi jika ada dokter yang melakukan kesalahan penanganan pasien.
“Menurut saya, ini sangat luar biasa bila kalau pasal ini memang diberlakukan. Apalagi batas rekomendasi yang dibikin majelis itu waktunya sangat pendek sekali. Termasuk jika ada sengketa kesehatan yang dinilai tidak memenuhi rasa keadilan,” ucapnya.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Moh Adib Khumaidi mengatakan, forum seperti ini seharusnya bisa terus dilakukan. Sehingga regulasi yang baru itu bisa dijalankan dengan baik. Mulai dari tenaga medis sampai masyarakat.
“Regulasi yang baru ini harus benar-benar bisa dipahami permasalahannya. Dalam forum ini, kita akan melakukan berbagai kajian terhadap undang-undang (UU) yang baru ini. Mulai dari kemanfaatannya dan hal-hal yang menjadi mudharat dalam produk UU,” ungkapnya.
Dari diskusi yang mereka lakukan itu, ia berharap bisa mendapatkan input untuk menjadi turunan UU melalui peraturan pemerintah (PP) dan aturan turunan lainnya. Tentunya aturan yang tidak merugikan siapa pun.
“Di dalam pelaksanaan UU ini, perlu ada keterlibatan harmonisasi, sinergi dan kolaborasi, dalam semua stakeholder kesehatan. Tidak bisa jika di dalam pengelolaan kesehatan itu sentralistik,” ucapnya.
Menurutnya, turunan UU Kesehatan sangat diperlukan. Guna memenuhi hak masyarakat. Hak yang dimaksud adalah hak aksesibilitas terhadap kesehatan, dan hak kesamaan dalam mendapatkan pelayanan (equality).