4 Anak 4 Gambar dan Kisah Banner Tua tentang Kebangkitan Kecil

Senin 20-05-2024,10:51 WIB
Reporter : Anang Prasetyo
Editor : Heti Palestina Yunani

Rusaknya lebih karena faktor usia. Ia dipakai keliling dari desa ke desa. Dari kota ke kota. Dari Batu, Bojonegoro, Tuban,  Kediri, hingga ke Yogyakarta. Ia berkeliling dan "bertawaf" dalam Gerakan Seni Rupa Kebahagiaan pada 022 lalu.

Ia membersamai banner baru yang lebih muda. Hasil karya siswa kelas 3 SMKN 1 Boyolangu yang kini menjadi mahasiswa seni rupa UNESA Surabaya. Baner bersejarah itu menjadi saksi bahwa kegiatannya tiap ahad ketiga.

Untuk menyesuakan dan mengatur jadwal agar tidak benturan waktu dengan agenda  taushiyah Abi Ihya di ahad pertama. Dan agenda majelis lain ahad ke 2. Majelis itu besar. Walimuridnya ratusan mungkin ribuan. 

BACA JUGA: 6 Tempat Bersejarah di Tanah Suci

Padahal ini majelis kecil. Hanya komunitas kecil yang  semata didirikan untuk berkhidmat kepada anak-anak dan mahasiswa. Diniatkan untuk membahagiakan anak-anak warga kampung. Syukur jika mampu membuka pintu surga Nya bernama al farroh itu.

Ah sudahlah. Itu tak seberapa. Dibandingkan dengan jargon tentang tema kebangkitan nasional yang hari ini kita rayakan bersama.

Banner itu aslinya sudah saya simpan di bungkus rapi memakai plastik. Sebagai bahan dokumentasi dan sejarah siapa tahu bermanfaat. Kemarin saya buka, dan untung saya buka. Sebab ternyata baner itu terkena air hujan yang menetes dari genteng. 

BACA JUGA: Hati-hati! Gaya Hidup ini Bisa Meningkatkan Risiko Diabetes

Kebetulan hari itu calon doktor dari kampus Unes yg menjadi staf pengajar di Universitas Negeri Malang , bertandang ke rumah. Mengambil beberapa karya dokumentasi pembelajaran Kompan (Komunitas Padhang Njingglang).

Saya buka barangkali bener tua itu lebih otentik jika dipajang di Pameran Data Aposteriori di Outdrat Semarang hari Rabu besuk 24 Mei 2024. "Kami akhirnya pulang. Setelah anak-anak menikmati bakso di warung gunung dekat Desa Durenan Trenggalek," katanya.

Sebagai bahan refleksi anak-anak itu saya minta menggambar. Temanya seputar jalan-jalan di gundukan itu. Dan inilah hasil gambarnya. Gambar tanpa ada strategi atau metode khusus saat menggambarnya.


Hasil gambaran Khanza yang menceritakan bagaimana agenda bermain di sebelah bukit Bolo Tulungagung dengan banner Padhang Njingglang bersama tiga orang temannya. --Anang Prasetyo

Pada akhirnya. Ahad ketiga itu memberi gambaran bahwa sebuah komunitas belajar, sekalipun 13 tahun berjalan mengabdi, berjalannya kadang sesuka hati. Mahasiswa sebagai kakak pembinanya kadang tak hadir membersamai. 

BACA JUGA: Stop Lakukan Kebiasaan Buruk Ini yang Bikin Baterai Handphone Cepat Rusak dan Boros

Dinamika pembinaan sebuah komunitas memang demikian halnya. Dimaafkan saja. Demikianlah sebuah kisah tentang pembelajaran. Sebuah komunitas kecil. Ia bukan lembaga pendidikan yang besar.

Namun, ia mencoba tetap hadir dalam napas peradaban Indonesia yang kelak gemilang. Komunitas belajar yang mencoba memerdekakan diri dari belenggu kurikulum nasional yang konon katanya merdeka itu.

Kategori :