Masyarakat dengan kultur Madura mengenal pitutur luhur yang bunyinya, "Kennengnah kennengih, lakonah lakonih". Terjemahan bebasnya kira-kira: tempatilah tempatmu dengan sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya; kerjakanlah pekerjaanmu dengan sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.
Maksudnya, dalam kondisi bagaimanapun, integritas harus tetap dipegang teguh. Apa yang menjadi kewajiban kita sebagai manusia, terlepas dari apapun profesi kita, harus diselesaikan dengan sebaik dan seterhormat mungkin. Dalam membantu sesama, misalnya, yang menjadi dasar kita adalah karena kita makhluk sosial, bukan karena melihat status sosial orang yang dibantu kita.
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Content Creator Mayang Charisma: Tian Cong Ren Yuan
Moto hidup dr Aldrich Kurniawan Liemarto SpPD FINASIM agaknya mirip dengan falsafah Madura itu. "Do things for people not because of who they are or what they do in return, but because of who you are," kata Internist Residen RSKB Columbia Asia Semarang tersebut.
Memang, hidup di negeri yang konon makin sesak dengan manusia yang memendam "hidden agenda" ini, belajar untuk menjadi manusia ikhlas dan tanpa pamrih bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan. Betapa banyak kita saksikan orang yang "berbuat baik" kepada seseorang lantaran mengharap "imbalan jasa" dari yang bersangkutan. Apalagi, seperti yang Ronggowarsito ramalkan, "Saiki jamane jaman edan, yen ora edan ora keduman" (zaman sekarang zaman gila, jika tidak ikutan gila malah tidak kebagian).
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Anggota DPRD Kota Semarang Juan Rama Soemarmo: Tian Dao Wu Qin, Chang Yu Shan Ren
Namun demikian, dr. Aldrich menegaskan, "kita harus tetap hidup tulus dan berbuat baik kepada semua orang tanpa melihat kedudukan atau kemampuan ekonomi mereka. Untuk apa berbuat baik dengan orang yang bisa membalas kebaikan kita?"
Ya, pepatah Tiongkok klasik mengajarkan kita untuk "丰年玉荒年谷" (fēng nián yù huāng nián gǔ): menjadi orang yang membawa manfaat bagi sesama dalam segala situasi dan kondisi. (*)