HARIAN DISWAY – Komnas Haji menyambut baik fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait dana haji. Fatwa ini dianggap memberikan efek ganda, yaitu menjamin keadilan atas hak jutaan jemaah haji yang masih menunggu keberangkatan dan menghentikan praktik skema Ponzi dalam pengelolaan keuangan haji di Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Mustolih Siradj, Ketua Komnas Haji menggarisbawahi pentingnya fatwa ini sebagai langkah awal perbaikan tata kelola keuangan haji di Indonesia.
BACA JUGA:Esports Resmi Punya Olimpiade Sendiri, Olympic Esports Game! Digelar di Arab Saudi 2025
Ia menjelaskan, minat masyarakat Indonesia untuk menunaikan ibadah haji tidak pernah surut, namun keterbatasan kuota dari Arab Saudi membuat calon jemaah harus menunggu bertahun-tahun. Saat ini, terdapat sekitar 5,2 juta pendaftar haji dengan waktu tunggu bervariasi antara 15 hingga 48 tahun, tergantung daerah asal.
Kepala BPKH Fadlul Imansyah-BPKH-
BACA JUGA:MUI Fatwakan Dana Haji Haram: Minta Pemerintah Perbaiki Aturan yang Berlaku
Selain itu, calon jemaah haji reguler harus membayar uang muka sebesar Rp 25 juta per orang, sementara jemaah haji khusus membayar minimal USD 4.000. "Setoran ini mengendap di rekening BPKH dan diinvestasikan, menghasilkan keuntungan antara Rp 6 triliun hingga Rp 10 triliun per tahun," kata Mustolih.
BACA JUGA:Haji 2024 Usai, Kepulangan Kloter Haji Terakhir Dipenuhi Seremonial Ala Saudi Arabia
Fatwa MUI menegaskan bahwa penggunaan dana calon jemaah haji tanpa persetujuan untuk menutupi kebutuhan pemberangkatan jemaah lainnya adalah haram. Pengelola yang melakukan hal tersebut dinilai berdosa. Fatwa ini disambut baik oleh Komnas Haji karena memberikan keadilan bagi jutaan jemaah yang masih menunggu dan menghentikan praktik skema Ponzi yang dianggap lumrah oleh BPKH sejak didirikan pada 2017.
(IIlustrasi) Uang Rupiah Indonesia. MUI mengeluarkan fatwa terbaru terkait status dana haji menjadi haram karena ada sejumlah kesalahan dalam pengelolaannya.-Freepik-Pinterest
BPKH selama ini memberikan subsidi besar kepada jemaah yang berangkat lebih dulu, berkisar antara Rp 37 juta hingga Rp 57 juta per orang, sementara jemaah yang masih menunggu hanya menerima bagian kecil dari hasil investasi, antara Rp 260 ribu hingga Rp 560 ribu per orang per tahun.
"Skema ini berpotensi menjadi bom waktu, mengancam jutaan jemaah waiting list yang tidak bisa menikmati hasil investasi karena dana habis untuk subsidi," jelasnya.
BACA JUGA:Menhub Bakal Temui Presiden, Bahas Kendala Pembangunan di IKN Jelang HUT Ke-79 RI
Mustolih lantas memaparkan data dari BPKH menunjukkan ketidakseimbangan dalam pembagian manfaat investasi: