ABDUL MUHAIMIN Iskandar –lebih dikenal dengan Cak Imin– serta Saifullah Yusuf alias Gus Ipul dan Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya bisa disebut sebagai politikus generasi baru Indonesia hasil didikan almarhum KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Tiga politikus itu sepantar dengan usia yang kurang lebih seumur. Ketiganya merupakan produk politikus yang lahir pascareformasi. Ketiganya dididik secara langsung oleh Gus Dur.
Imin dan Ipul langsung diambil dari orang tuanya oleh Gus Dur setelah lulus dari SMA. Keduanya langsung dibawa ke Jakarta dan dikader secara langsung oleh Gus Dur. Imin maupun Ipul punya hubungan darah sebagai keponakan Gus Dur. Yahya juga dikader Gus Dur dan dijadikan sebagai juru bicara semasa Gus Dur menjadi presiden.
BACA JUGA: Pasang Surut Gus Ipul dan Cak Imin
BACA JUGA: Cak Imin Sebut Rapat Perdana Pansus Haji 2024 Sudah Disetujui: Menunggu Tim Selesai Reses
Gus Dur menjadi presiden RI setelah masuk ke gerbong reformasi pada fase-fase yang sudah matang. Gus Dur mendirikan PKB yang diklaim sebagai representasi partai politik milik NU setelah Pak Harto jatuh.
Selama sepuluh tahun terakhir masa kepemimpinan Pak Harto, Gus Dur menjadi oposisi lembut alias subtle opposition bagi Orde Baru. Caranya, ia membawa NU kembali ke khitah dan menarik diri dari politik praktis.
Dengan kembali ke khitah, NU praktis tetap berpolitik kendati tidak terlibat dalam partai politik. Gus Dur menjadi nakhoda yang lincah membawa NU mengarungi gelombang politik Orde Baru yang otoritarian di bawah Pak Harto.
Setelah Pak Harto jatuh, Gus Dur mendirikan PKB, langkah yang secara diametral bertentangan dengan spirit khitah.
BACA JUGA: Gus Ipul Ingatkan soal Krisis Iklim di Peringatan Hari Lingkungan Hidup Kota Pasuruan
BACA JUGA: Gus Ipul Resmikan Car Free Night Kota Pasuruan di Malam Tahun Baru Hijriah
Dengan mendirikan PKB, Gus Dur akhirnya bisa menjadi presiden pertama pascareformasi. Uniknya, Gus Dur naik ke posisi politik tertinggi itu tanpa dukungan PKB, partai yang dilahirkannya sendiri. Gus Dur malah naik ke posisi puncak melalui koalisi PAN yang didirikan Amien Rais dan ”neo-Golkar” yang didirikan Akbar Tandjung.
Amien dan Akbar mewakili kubu Islam modernis yang berseberangan secara ideologis dengan Gus Dur yang menjadi representasi Islam tradisional. Pragmatisme politik yang kental di era awal reformasi menjadikan dua kubu ala minyak dan air itu bersatu untuk menahan Megawati dari kubu nasionalis merah menjadi presiden.
Koalisi semu ala kucing dan tikus itu short-lived, ’seumur jagung’, dan ambruk dalam tempo dua tahun. Gus Dur dimakzulkan Amien Rais dan Akbar Tandjung. Polarisasi politik Islam tradisional dan Islam modernis pun kembali menganga.
BACA JUGA: Gus Yahya Angkat Bicara soal Agenda Besar PBNU yang Bawa Kontroversi