HARIAN DISWAY - Dibuka secara resmi pada 28 Juli 2024, ARTJOG 2024 akan berakhir besok, Minggu, 1 September 2024. Ribuan pengunjung telah menikmati beragam karya seni dengan tema Motif: Ramalan.
Sebuah gagasan yang ditawarkan oleh tim kurator ARTJOG untuk menelusuri sejarah masa lalu, peristiwa hari ini, dan harapan masa depan. Beberapa program pendamping seperti exhibition tour, meet the artist, dan performa diadakan sebagai ruang pertemuan antara seni dengan publik.
Sebelum berakhir, mari kita review lagi perhelatan seni rupa terbesar di Indonesia. Di depan kompleks Jogja National Museum, ARTJOG 2024 sudah menyambut pengunjung dengan karya komisi hasil kolaborasi oleh Agus Suwage dan Titarubi.
BACA JUGA: Sajikan Pameran Seni Rupa yang Periodik, 5 Galeri Seni di Surabaya Ini Oke untuk Art Hangout
Dalam press release yang dikirimkan, dijelaskan bahwa kedua seniman Yogyakarta itu mempersembahkan Suara Keheningan yang dipresentasikan dalam bangunan khusus dengan beberapa bilik di sepanjang lorongnya.
Mereka menawarkan sebuah pengalaman mendalam melalui rekaman doa, pepatah, dan pujian dari kelompok masyarakat adat yang dipadukan dengan berbagai objek-objek telinga dalam bentuk instalasi.
Sebuah ajakan reflektif untuk mendengar kembali “suara alam” tentang peristiwa yang hari ini terjadi, sekaligus menaruh harapan untuk kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.
BACA JUGA: Wawali Pasuruan Apresiasi Pameran Seni Rupa dan Clothing Carnival
ARTJOG 2024 menghadirkan presentasi karya 48 seniman individu dan kelompok dalam merespons tema. Ada pula karya dari 36 anak dan remaja dalam program ARTJOG Kids. Pengunjung pun dapat menyelami ragam eksplorasi dan praktik kesenian.
Salah seorang itu adalah Subandi Giyanto dari Bantul dengan karyanya yang berjudul Pranata Mangsa: Mangsa 1-12. Sebagai seorang seniman yang akrab dengan dunia seni dan budaya sejak kecil, Subandi menampilkan 12 lukisan.
Karya dengan figur wayang yang menggambarkan sistem kalender pranata mangsa, sebuah metode penanggalan Jawa untuk menghitung periode musim berdasarkan wuku yakni penentuan hari “baik” dan “buruk” dan karakternya masing-masing.
Dalam mewujudkan gagasan tersebut dalam karya berjudul A Message to You, secara semiotik Agnes Hansella menggunakan teknik makrame dengan pita-pita kaset untuk mengikat suara dan bunyi yang ia ciptakan. --ARTJOG 2024
BACA JUGA: Pameran Seni Rupa Jula-Juli Agustusan Rock: Klamasi Hasil Senggang 15 Musisi
Selain itu, Agnes Hansella dari Jakarta menunjukkan bagaimana lirik-lirik musik yang terekam dalam pita kaset bekerja layaknya sebuah “ramalan”. Menghubungkan kompilasi lirik lagu dari masa lalu yang dibuatnya dengan pendengar hari ini.
Dalam mewujudkan gagasan tersebut dalam karya berjudul A Message to You, secara semiotik Agnes menggunakan teknik makrame dengan pita-pita kaset untuk mengikat suara dan bunyi yang ia ciptakan.
Lain halnya dengan Asmoadji dari Jakarta. Ia mempresentasikan fenomena pertumbuhan penduduk dengan ketersediaan lahan yang tidak seimbang di kota besar melalui karyanya Kota Baru.