Sebagai solusi, Budi pun membeberkan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani akan memberikan 2000 beasiswa untuk subspesialis jantung.
Namun, ternyata tidak ada bangku (kuota) untuk tambahan dokter spesialis di bidang tersebut.
BACA JUGA:Pentingnya Cek Kolesterol Berkala untuk Mencegah Penyakit Jantung dan Stroke
BACA JUGA:Gejala Serangan Jantung pada Perempuan: Kenapa Sering Tidak Disadari?
Misalnya, kebutuhan dokter bedah jantung terbuka itu hanya ada di Universitas Indonesia (UI) Universitas Airlangga (Unair). Kebutuhannya mencapai 250 dokter. Sementara produksi paling banyak cuma bisa 25-40 dokter setahun.
Menariknya, ketika masa pandemi Covid-19, Budi sempat ingin meminta prodi tambahan spesialis paru-paru di sebuah universitas.
Namun, ia mendapat informasi dari kolegium universitas tersebut bahwa prodi spesialis paru tidak bisa buka. Sebab, tidak mendapatkan izin prodi paru dari universitas lain yang ia sebut ‘kelompok lain’.
BACA JUGA:3 Cara Penanganan Bila Bertemu Orang yang Mendadak Terkena Serangan Jantung
BACA JUGA:Apakah Gejala Serangan Jantung sama dengan Gejala Maag?
“Akhirnya kita kirim ke China sekarang, jadi kita ada kerjasama sama pemerintah China, karena ini kan perlu praktik ya,” ujar Budi.
Fasad RS Kemenkes Surabaya di Jalan Indrapura No 17, Krembangan, Surabaya.-Nurwahyudi/Harian Disway-
Budi mengungkapkan di antara satu kelompok spesialis dengan spesialis lain terjadi persaingan dalam mengerjakan prosedur tertutup.
Seperti yang pernah ia temui di RS Harapan. Yang tersedia cuma dokter spesialis jantung intervensi. Tidak ada satupun SpPD-KKV. "Di RSCM kebalikannya, ada SpPD-KKV, jantung intervensinya nggak ada,” terang Budi.
*) Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, peserta magang reguler di Harian Disway,