BACA JUGA:Suamimu Kencanduan Game Online? Coba Baca Novel Karya Altami N.D. Bun..
Buku itu sekaligus mencerminkan penulisnya. Bahwa mas Sair sebagai orang yang rajin dan tekun, terbukti dari kedalamannya menjelaskan dan menganalis komponen-komponen dalam analisis dramaturgi.
Dramaturgi politik elektoral dieksekusi dengan sangat rapi ke dalam enam sub-bagian. Yaitu tim pertunjukan, persiapan di panggung belakang, beragam pekerjaan di panggung belakang, wacana di panggung belakang, pertunjukan di panggung depan, dan peran figuran.
Saat menjelaskan tim pertunjukan yang diisi oleh tim sukses atau tim kampanye, terdiri dari tim pertunjukan struktural dan tim pertunjukan kreatif. Masing-masing tim memiliki tugas yang berbeda dan saling melengkapi.
BACA JUGA:Buku Hening Bening: Diri Sendirilah Penyembuh Itu
Kerja tim pertunjukan dalam metafor dramaturgi yang ditemukan pada buku itu, di antaranya seperti kerja tim antara suami dan istri. "Ketika sang istri mengedipkan matanya kepada suaminya, itu bisa menjadi isyarat bahwa anak mereka tidak lagi melihatnya. Kemudian sang suami....dengan diam-diam.....(hal. 49)".
Setelah pembaca membaca buku itu, mungkin dirinya akan menyadari bahwa selama ini dirinya telah sering melakukan seni mengelola kesan di berbagai setting kehidupan sosialnya. Sebagai aktor yang dinamis dengan berbagai bahasa tubuh yang dimanipulatif.
Bagi mahasiswa atau pembaca buku monograf, maka pembaca dapat menilai bahwa bagian 1 dari buku itu adalah bab pendahuluan dari laporan tesis. Bagian 2 dan 3 buku itu adalah kajian teori.
BACA JUGA:Review Black Panther: Wakanda Forever (2022), Tribute Untuk Chadwick Boseman
Bagian 4 dan 5 buku itu adalah analisis dan pembahasan dari laporan penelitian. Adapun kebaruan (novelty) dan temuan penelitian ditampilkan pada bagian 6, yaitu bagian penutup.
Dengan struktur penulisan buku semacam itu, maka penulis telah lolos dari lubang jarum yang bernama "autoplagiasi". Bagian 2 merupakan upaya penulis untuk menyusun state of the art teori Dramaturgi Goffman.
Akar teori itu dapat ditelusuri dari beberapa konsep dan teori, di antaranya dari istilah Yunani hypokrisis (berpura-pura atau pengecut). Aristoteles, salah seorang filsuf besar Yunani sekitar 350 SM, menulis tetang Oedipus Rex atau yang dikenal dengan Aristotelian Drama (hal. 14).
BACA JUGA:Tanggapan Komunitas Hobby Nonton tentang Film Don't Worry Darling
Ada pula karya Thomas Hobbes abad ke-17 tentang kemunafikan politik (hal. 12). Sedangkan dramaturgi politik dapat ditelusuri dari karya-karya yang lebih kekinian. Seperti Hall (1972), Howdsen dkk (1977), Schiller (1978), John F Welsh (1985), Borreca (1993). Maarten A. Hajer (2005) hingga Dennis Stefan (2020).
Termasuk pula karya Kenneth Burke "Dramatisme" (hal. 12-26). State of the art dramaturgi yang ditulis pada buku itu, menunjukkan keseriusan belajar dan ketekunan sang penulis. Tidak mudah untuk mengidentifikasi akar teoritik sampai pada teori yang terbaru.
Sayangnya, penulis tidak menampilkan state of the art dalam bentuk gambar untuk memudahkan pembaca merunut perjalanan teori.