Wajah Politik Baru: Non vs Darah Biru

Selasa 22-10-2024,06:33 WIB
Reporter : Arif Afandi
Editor : Yusuf Ridho

BACA JUGA:Menteri AHY dan Pergeseran Bandul Politik

BACA JUGA:Duel Politik Dua Kubu Lama

Akankah Prabowo yang berasal dari keluarga elite itu cenderung melahirkan kebijakan yang elitis? Tentu kita belum bisa melihatnya sekarang. Kecuali hanya dari pidato politik pertamanya yang disampaikan seusai ia disumpah menjadi presiden ke-8 RI. Pidato yang bernuansa lain jika dibandingkan dengan presiden sebelumnya.

Prabowo yang besar di militer tampil dengan membawa wajah ketegasan. Pidatonya mengandung pesan-pesan yang jelas. Setidaknya ada tiga hal penting yang ia tekankan: Ketahanan pangan, pemberantasan korupsi dan penegakan hukum, serta pengentasan kemiskinan dan pemerataan.

Tentu semua itu adalah pesan yang telah menjadi janji politik Presiden Prabowo. Jika kelak bisa mewujudkan hal tersebut, pasti ia akan dikenang sebagai presiden RI yang mampu membawa negeri ini digdaya. Tidak hanya telah membawa bangsa Indonesia ke dalam lompatan-lompatan kemajuan, tapi juga kebanggaan baru sebagai negara bangsa.

BACA JUGA:Kabinet Merah Putih Disebut Obesitas, Pengamat Politik Ingatkan Empat Hal ini...

BACA JUGA:Pilkada Versus Kotak Kosong: Minim Edukasi Politik dan Nihil Pengganda Ekonomi

Latar belakang sosial dan sumber kepemimpinannya menjadi tak akan penting jika semua itu bisa terwujudkan. Jika menyimak pidato politiknya, citra masa lalunya tak lagi akan diingat orang. Bahkan, ia bisa menjadi hero baru di tengah ketidakpastian masa depan dunia dan geopolitik yang melingkupinya.

Jika kepresidenan kembali dipegang dari kalangan ”darah biru” politik, di partai masih memberikan harapan para pejuang dari kalangan orang biasa. Di Partai Golkar sekarang, misalnya. pimpinan tertingginya tak lagi diduduki para ”darah biru” politik, tetapi diisi orang-orang biasa yang berjuang dari bawah.

Tampilnya Ketua Umum DPP Partai Golkar Bahlil Lahadalia, Sekjen Sarmuji, dan Wakil Ketua Umum Wihaji bisa menjadi fakta baru lahirnya elite politik ”non-darah biru”. Padahal, partai itu dulu didirikan para elite dan menjadi alat para elite itu mempertahankan dan mengelola kekuasannya.

BACA JUGA:Pembubaran Diskusi Forum Tanah Air, Pergulatan Politik Jadi Kriminal

BACA JUGA:Dramaturgi Politik Pilkada Surabaya, Panggung Sandiwara Para Tokoh

Ini artinya apa? Dinamika politik kita sering kali tak bisa dirumuskan secara matematis. Tidak linier. Penuh kejutan dan kelokan. Yang terus memberikan ruang bagi orang-orang baru yang petarung untuk ambil bagian dalam membuat kebijakan-kebijakan publik. Orang biasa yang kelak menjadi sumber ”darah biru” baru bagi keturunannya.

Jadi, tidak perlu risau jika menjadi bagian dari ”non-darah biru” politik di Indonesia. Ruang selalu terbuka untuk berkiprah di negeri ini. Hanya satu yang perlu dijaga bersama: demokrasi. Demokrasilah yang akan melahirkan lapis-lapis baru kepemimpinan kita. Tentu demokrasi yang sejati, bukan demokrasi yang formalistis.

Selamat bekerja, Presiden Prabowo! (*)

 

Kategori :