Fatwa Ulama dan Skema Biaya Haji

Rabu 20-11-2024,09:35 WIB
Reporter : Imron Mawardi*
Editor : Yusuf Ridho

Tampaknya Kementerian Agama (Kemenag) yang memiliki conflict of interest dengan fatwa tentang pemanfaatan hasil investasi dana haji untuk jamaah lain tidak setuju dengan hasil fatwa MUI. Karena itu, Kemenag menyelenggarakan sendiri mudzakarah perhajian dengan menghadirkan ulama yang sangat mungkin juga kurang setuju dengan fatwa MUI. 

Mudzakarah perhajian yang digelar di Bandung pekan lalu memutuskan fatwa yang sebaliknya dengan MUI. Penggunaan hasil investasi dana haji untuk jamaah lain adalah mubah (boleh). Artinya, tidak haram. Dengan begitu, pengelolanya juga tidak berdosa karena mengelola dana dengan cara yang tidak dilarang.

Alasannya, BPKH sebagai wakil pemerintah memiliki kewenangan mengelola secara penuh dana setoran haji dengan tetap mempertimbangkan faktor kesyariahan, skala prioritas, kehati-hatian, dan maslahah yang terukur. 

BACA JUGA:Tabungan Haji BRI adalah Solusi Cerdas Mewujudkan Ibadah Haji dengan Aman dan Terencana

BACA JUGA:Mudzakarah Haji Putuskan Hasil Investasi Tabungan Haji Untuk Ongkos Jemaah Lain Diperbolehkan

Selain itu, persentase pemanfaatan hasil investasi dana haji didasarkan atas pertimbangan kemaslahatan baik bagi jemaah masa tunggu maupun yang akan berangkat. Fatwa juga menyebutkan, BPKH juga harus mempertimbangkan keberlanjutan dana haji dalam jangka panjang dan jaminan hak jamaah waiting list. Jadi, sifatnya normatif. 

Dengan adanya hasil mudzakarah perhajian itu –yang pastinya akan diikuti BPKH– kemungkinan skema biaya haji tidak akan berubah. Berapa biaya haji yang harus ditanggung jamaah akan diputuskan Kemenag berdasarkan persetujuan DPR terkait berapa hasil investasi dana haji yang akan digunakan untuk biaya haji tahun berjalan. 

Tahun 2024 lalu, jamaah harus membayar biaya perjalanan ibadah haji (BIPIH) rata-rata  Rp 56,04 juta. Biaya riil atau biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) sebenarnya mencapai Rp 93,4 juta. Dengan demikian, karena jamaah sudah memiliki setoran Rp 25 juta, tahun lalu jamaah tinggal menambah Rp 31,04 juta.

BACA JUGA:Mudzakarah Haji Digelar di Bandung, Menag Berharap Hasilkan Keputusan Yang Maslahat Untuk Pelaksanaan Haji

 BACA JUGA:DPR Wanti-Wanti Menag Nasaruddin Umar Soal Kuota Haji: Jangan Ulangi Kebijakan Menag Sebelumya

Jika pemanfaatan hasil investasi dana haji untuk jamaah lain haram, jamaah harus membayar BIPIH sebesar BPIH, yaitu sekitar Rp 94,4 juta. Nilai itu akan dikurangi dengan setoran awal haji Rp 25 juta dan hasil investasi yang masuk ke virtual account setiap jamaah. Diperkirakan, jamaah harus menambah Rp 40 juta–Rp 45 juta. 

PERTIMBANGAN JANGKA PANJANG

Meski nanti BPKH mengambil fatwa hasil mudzakarah perhajian dalam menetapkan BPIH yang harus dibayar calon jamaah haji, fatwa MUI itu juga harus dipertimbangkan. Paling tidak, secara bertahap, pemerintah bisa mengurangi nilai ”subsidi” hingga pada suatu saat jamaah membayar penuh BIPIH. 

Dengan mempertimbangkan masa tunggu dan hasil investasi, fatwa MUI itu sangat mungkin diterapkan. Sebab, masa tunggu jamaah akan makin lama sehingga hasil investasi makin besar. Untuk jamaah haji tahun depan, misalnya, rata-rata masa tunggunya sekitar 13 tahun. 

Dengan hasil investasi dana haji 6 persen per tahun seperti catatan BPKH,  diperkirakan uang Rp 25 juta setoran haji itu telah bertambah menjadi Rp 53,32 juta. Itu dengan perhitungan compounding rata-rata hasil investasi 6 persen yang terus diinvestasikan dengan  hasil yang sama.

Dengan hasil itu, jika BPIH tetap seperti 2024, yakni Rp 93,4 juta, jamaah harus menambah Rp 40 juta. Sebagai perbandingan, tahun lalu jamaah calon haji menambah sekitar Rp 31 juta. Artinya, jika menggunakan hasil investasi dananya sendiri, jamaah harus membayar Rp 9 juta lebih tinggi daripada jika juga menggunakan hasil investasi dana haji milik jamaah lain. 

Kategori :