Prabowo Subianto pengusaha besar. Pastinya sudah mengalkulasi bahwa angka kenaikan itu rasional. Perusahaan-perusahaan memang terbebani biaya gaji pegawai. Namun, para pemiliknya bisa memotong dividen para pemegang saham untuk menutupi biaya gaji. Tidak ada masalah.
BACA JUGA:Upah Pekerja dan Daya Saing Industri Kelapa Sawit Indonesia
Itu berdampak memperkecil disparitas orang kaya dengan si miskin.
Bayangkan, pada dini hari, pukul 01.00, ada cewek naik Lamborghini. Lalu, dia berhenti di pinggir Lapangan Monas. Dia turun, lantas duduk di bangku taman, sekadar menikmati malam. Sambil duduk, ia menelepon temannya, memamerkan keindahan Monas di dini hari.
Sementara itu, jam berapa pun di sekitar Monas ada banyak orang miskin yang anaknya di rumah hari itu belum makan. Sedangkan HP si cewek bisa dirampas, dijual cepat Rp 300 ribu. Mereka bisa bertindak dalam keputusasaan. Akibat disparitas.
BACA JUGA:Segini Upah 2 Pembakar Rumah Wartawan di Karo
Dikutip dari The Economist, 7 Juni 2018, berjudul The stark relationship between income inequality and crime, disebutkan, ”Jika Anda punya barang mahal, jangan memamerkannya. Terutama, jika tetangga Anda tidak memilikinya.”
Di sana The Economist mengutip teori Gary Becker (1930–2014), ekonom Amerika Serikat peraih hadiah Nobel, dalam karyanya: Crime and Punishment: An Economic Approach. Intinya, disparitas kaya-miskin yang tinggi adalah pemicu kejahatan.
Teori Becker (dicetuskan tahun 1970-an), semua kejahatan bersifat ekonomi. Dan, semua penjahat bersifat rasional. Semua calon penjahat membuat penilaian biaya-manfaat dari kemungkinan imbalan atas pelanggaran hukum dibandingkan dengan kemungkinan tertangkap dan dihukum.
BACA JUGA:Tapera Hanya Diwajibkan untuk Pekerja dengan Gaji di Atas Upah Minimum
Dalam dunia penjahat yang memaksimalkan utilitas, menurut Becker, tempat-tempat yang memiliki kesenjangan yang lebih besar antara orang miskin (calon penjahat) dan orang kaya (calon korban), jika semua hal lain sama, akan memiliki tingkat kejahatan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tempat atau wilayah yang disparitasnya rendah.
Teori Becker yang kuno itu relevan hingga kini. Sebab, sifat dasar manusia dulu sampai sekarang ialah butuh makan. Setelah makan terpenuhi, ada kebutuhan lain. Kalau itu tidak terpenuhi, ia akan melirik orang di dekatnya yang hidup mewah. Di sanalah potensial kriminalitas.
Riset terbaru oleh Gallup (perusahaan analitik dan konsultasi multinasional Amerika Serikat, berkantor pusat di Washington DC) memverifikasi teori Becker dalam survei.
Survei tersebut menanyakan kepada 148.000 orang di 142 negara tentang persepsi mereka terhadap kejahatan. Juga, seberapa aman responden merasa dalam empat ukuran berikut ini:
Pertama, apakah mereka memercayai polisi setempat.
Kedua, apakah mereka merasa aman berjalan pulang sendirian.