Di samping itu, Martadi menekankan pentingnya melibatkan sekolah swasta dalam PPDB zonasi. Alasannya sederhana. Sekolah swasta jumlahnya lebih banyak dari sekolah negeri di Surabaya,
"Bahkan bisa tiga kali lipat. Jangan sampai setiap tahun energi kita habis hanya untuk mengurus penerimaan sekolah negeri," katanya.
Ia juga menyoroti pertumbuhan penduduk di daerah pinggiran Surabaya yang cepat, namun tidak diimbangi dengan penambahan jumlah sekolah.
Menurutnya, sekolah-sekolah jauh lebih banyak berada di pusat kota yang penduduknya tidak sebanyak di Surabaya pinggiran.
BACA JUGA:7 Tahun PPDB Penuh Masalah, DPR Minta Pemerintahan Baru Hapus Sistem Zonasi
Di daerah pinggiran seperti Lakarsantri, misalnya, pertumbuhan penduduk tinggi tapi sekolahnya sedikit.
"Nah, zonasi harus dirancang sebagai bagian dari perencanaan kota sehingga penambahan sekolah baru dihitung dengan baik," ujarnya.
Selain itu, menurut Martadi, sistem zonasi ini seharusnya bisa memberikan ruang kepada daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 tentang Otonomi Daerah.
"Karena kewenangan pendidikan ada di kabupaten/kota untuk SMP dan SD. Daerah perlu diberikan ruang untuk memodifikasi zonasi sesuai dengan kondisi lokal. Daerah tahu masalah pendidikan di wilayahnya," tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa peningkatan mutu pembelajaran di sekolah harus menjadi fokus utama. Menurutnya, mutu sekolah tidak cukup hanya dibatasi input, tetapi prosesnya juga harus diperhatikan.
BACA JUGA:Pemkot Surabaya Usul UN Diberlakukan Lagi dan Kuota Zonasi Dikurangi, Setuju?
BACA JUGA:Ini Modifikasi PPDB Zonasi di Surabaya, Ada Kuota Kelurahan
"Ada kapasitas guru, manajemen, dan peningkatan sarana yang harus ditingkatkan," kata Martadi.
Dengan meningkatkan mutu sekolah, keinginan orang tua untuk menyekolahkan anak di sekolah yang jauh akan berkurang.
"Orang tua akan memilih sekolah yang paling dekat dengan rumahnya karena lebih aman, murah, dan tidak merepotkan," tutup Martadi. (*)