Bantengan, Kesenian Khas Malang yang Sakral sejak Zaman Kerajaan Singosari

Rabu 11-12-2024,08:28 WIB
Reporter : Annisa Dyah Novia Arianto *)
Editor : Heti Palestina Yunani

BACA JUGA: Serba-serbi Hari Arwah 2 November, Tradisi Umat Katolik

Bantengan yang berlangsung selama satu jam itu rupanya memengaruhi penonton. Kuatnya energi membuat beberapa warga yang menonton ikut kesurupan. Akan tetapi, pawang-pawang siap mengantar kembali roh yang merasuki tubuh manusia itu. 

Menjelang petang, kala bantengan berangsur-angsur berakhir, kesadaran para pemain pun akhirnya kembali. Napas mereka tidak beraturan. Keringat membasahi tubuh. Namun, mereka lupa dengan segala hal yang terjadi kepadanya. 

“Seperti bangun tidur. Bingung, tapi capek banget. Saya nggak inget apa-apa karena badannya diambil,” kata Yadi. Pria itu telah andil dalam bantengan sejak kecil. Walaupun terasuki berulang kali, dia tetap menjalaninya. Ini kan adat kita," katanya.

BACA JUGA: Mengenal Oktoberfest, Festival Tradisional Jerman, Eksis sejak 1810

Menurut Fajar, kesenian itu melibatkan banyak orang. Sama seperti sifat alamiah banteng yang hidup berkoloni. Alhasil, bantengan menggambarkan perilaku masyarakat yang menjunjung tinggi keguyuban dan gotong royong. 

“Bantengan ini melambangkan semboyan kenegaraan. Yakni, Bhinneka Tunggal Ika. Bantengan ada tambangnya. Itu seperti rantai di sila kedua Pancasila. Bantengan enggak boleh menyimpang, melanggar, atau membahayakan orang sekitar,” katanya.

Dijelaskannya, bantengan erat dengan pecak silat. Maka, untuk spesial hari raya misalnya, aksi bantengan di Dusun Nampurejo, Desa Banjarejo, Donomulyo, Malang, dalam gebyar seni pada Minggu, 14 April 2024 itu terdapat atraksi-atraksi pencak silat.
Dalam bantengan, turut ditampilkan kolaborasi Sakera dan Marlena dari Paguyuban Sidolestari. Pencak silat Sakera menggambarkan perjuangan Sakera atau Sadiman/Sagiman, tokoh pejuang antikolonialisme asal Pasuruan. -Annisa Dyah-Harian Disway

BACA JUGA: Oktoberfest 2024 Surabaya, Tradisi Jerman 200 Tahun Perkuat Kebersamaan

Mereka tampil dalam sebuah panggung besar. Tulisan Pencak Silat Rukun Utomo terpampang di sana. Pun, lukisan banteng dan harimau yang gagah. Di depannya, speaker-speaker besar menjulang tinggi.

Para sinden menembang merdu diiringi oleh gamelan. Pun, kolaborasi Sakera dan Marlena dari Paguyuban Sidolestari. Pencak silat Sakera menggambarkan perjuangan Sakera atau Sadiman/Sagiman, tokoh pejuang antikolonialisme asal Pasuruan.

Sementara monteng adalah senjata khasnya. Sama seperti bantengan, para penonton dibuat berseru-seru selama melihatnya. Sebab, senjata yang digunakan dalam atraksi itu asli. Ada ketakutan. Tapi justru itulah serunya. (*)

Kategori :