Jejak Jokowi dalam Sastra dan Rupa

Rabu 02-07-2025,12:41 WIB
Reporter : M. Shoim Anwar *)
Editor : Heti Palestina Yunani

BACA JUGA: Hiruk-pikuk Pelanggaran Hak Cipta Lagu

Alur cerpen Ida Fitri sebenarnya relatif datar. Namun, akhir kisahnya sangat tajam dan sarkastis. Tokoh utama yang bernama Mulyono ternyata bukanlah manusia.  “Aku kembali ke wujud lamaku, seekor sapi!”. Sebuah siklus reinkarnasi antara manusia dan binatang. Tafsir lugasnya, Mulyono  tidak lain penjilmaan (nafsu) binatang.

Puncak kejatuhan citra Jokowi ketika masuk sebagai lima nominator (finalis) tokoh terkorup di dunia tahun 2024 versi OCCRP. Kasus ini mempermalukan bangsa Indonesia di dunia internasional. Demo, suara-suara, dan poster “Adili Jokowi” bermunculan berbagai tempat. Istilah “ternak Jokowi” semakin sering disuarakan. 

Orang menilai adanya paradoks pada diri Jokowi, antara penampilan dan wataknya, antara rupa dan isinya. Kasus dugaan ijasah palsu Jokowi, kemudian juga menimpa Gibran, semakin menjatuhkan citranya. Tidak heran jika Jokowi saat ini, karena maraknya pemakaian media sosial,  adalah mantan presiden yang paling banyak dinistakan citranya karena berbagai kasus.

BACA JUGA: Panoptikon Digital Bernama AI

Ekspresi rupa mirip Jokowi juga muncul pada pameran lukisan Yos Suprapto di Galeri Nasional Jakarta pada pertengahan Desember 2024 dengan tema Kebangkitan: Tanah untuk Kebangkitan Pangan. Paling tidak terdapat lima lukisan yang menggambarkan rupa mirip Jokowi dalam konteks kekuasaan. 

Konon kurator meminta sang pelukis tidak memajang lima lukisan tersebut, tapi pelukis menolak sehingga pameran yang siap dibuka itu dibatalkan mendadak (disway.id, 22 Desember 2024). Kasus itu semakin menggema sehingga lima lukisan itu semakin tersebar luas melalui media sosial dan pemberitaan.

Jejak Jokowi dalam sastra dan rupa mirip dengan jejak Soeharto saat Kompas, 19 Juli 1998, memuat cerpen Saran Groot Major Prakoso karya YB Mangunwijaya. Ilustrasi cerpen tersebut menampilkan sosok mirip  Soeharto tapi berwajah seperti raksasa. Nama Soeharto benar-benar disebut dalam cerpen ini.

BACA JUGA: Pendidikan Gratis vs Pendidikan Bermutu

Ilustrasi rupa Soeharto dengan posisi terjungkal juga ditampilkan majalah Sastra (Vol. 06, Oktober 2000) saat memuat cerpen Puteri Jelita dan Terbunuhnya Tuan Presiden karya Joni Ariadinata. 

Ini sangat berbeda dengan eskpresi rupa Soeharto yang sangat manis pada lukisan Dede Eri Supria yang digunakan untuk mata uang lima puluh ribu rupiah dan buku biografi, yang mencitrakan Soeharto sebagai The Smiling General. 

Puncaknya, muncul buku Soeharto dalam Cerpen Indonesia yang diterbitkan oleh Bentang (M. Shoim Anwar, 2001) dengan ilustrasi sampul Soeharto duduk di singgasana dengan busana raja Jawa.

BACA JUGA: Mengapa Lulusan Vokasi Masih Dipandang Sebelah Mata?

Berbeda dengan Jokowi, Jawa Pos (4 November 2023) menampilkan ilustrasi rupa mirip Gus Dur ketika memuat puisi Santri Politisi karya Sosiawan Leak. Puisi ini berisi kritik tajam terhadap politisi dan kekhawatiran penyair terhadap  santri yang jadi politisi. 

Tetapi, rupa Gus Dur yang dijadikan ilustrasi diberi citra positif dalam puisi: Gus Dur rela mundur/agar bangsa ini tak hancur lebur/pantang maju/jika cuma menyemai musuh dan seteru/tersebab ijtihad politik palsu!. Gus Dur adalah mantan presiden yang hampir selalu diberi citra positif dalam sastra dan rupa. 

Saya telah menuliskannya dalam artikel Gus Dur, Puisi, dan Puja Sastra (https://duta.co/puja-sastra-puisi-dan-gus-dur). Eskpresi rupa Gus Dur, juga Bung Karno, adalah mantan presiden yang paling banyak dilukis oleh para perupa.

Kategori :