SEJENAK berkontemplasi pada era Jokowi, pendidikan vokasi merupakan aspek yang menjadi prioritas utama pemerintah dalam urusan pendidikan. Kala itu tagline SMKBisa! dan BanggaVokasi pun menggema di seluruh kota.
Hal tersebut sebagai ekspresi kesiapan vokasi dalam mencetak lulusan yang terampil dan siap kerja. Branding tersebut terbukti berhasil menarik minat peserta didik untuk berbondong-bondong menempuh pendidikan menengah di sekolah menengah kejuruan (SMK).
Berdasar data dapodik per tanggal 31 Desember 2023, di seluruh Indonesia ada sebanyak 14.445 SMK, dengan total siswa sebanyak 5.040.123 dan 325.747 guru. Angka tersebut tidak terpaut jauh dengan jumlah pelajar SMA di Indonesia yang jumlahnya mencapai 5.310.433 siswa, 355.147 guru, dan 14.445 sekolah.
BACA JUGA:Refleksi 2024, Optimisme 2025: AI dan Pendidikan Vokasi sebagai Kunci Menuju Indonesia Emas
BACA JUGA:Menanti Wajah Baru Pendidikan Vokasi
Data itu menunjukkan bahwa saat ini pendidikan vokasi atau kejuruan mulai mendapatkan hati di benak masyarakat.
Kondisi tersebut perlu dimanfaatkan dengan baik oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi.
Ketertarikan masyarakat terhadap sekolah kejuruan perlu disambut dengan optimalisasi fasilitas pendidikan, program pembelajaran, serta link and match kurikulum belajar dengan dunia usaha dan dunia industri.
Sebuah anomali akan terjadi ketika branding SMKBisa! sudah telanjur nempel di kepala masyarakat, tetapi justru pendidikan vokasi menyumbang jumlah pengangguran terbanyak di Indonesia.
BACA JUGA:Pendidikan Vokasi dalam Bingkai Semangat Sumpah Pemuda
BACA JUGA:Pendidikan Vokasi, Jalan Tengah saat UKT Mahal
Hal itulah yang perlu dihindari dan diperhitungkan dengan matang oleh pemangku kebijakan.
PEMERINTAH MEMBUKA JALAN UNTUK PENDIDIKAN VOKASI
Pada dasarnya pemerintah telah membuka jalan untuk perkembangan pendidikan vokasi di tanah air. Keberpihakan pemerintah terhadap vokasi terbukti dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan.
Peraturan tersebut dapat mengubah paradigma pendidikan vokasi yang mulanya supply driven menjadi demand driven atau dari yang awalnya berorientasi pada penawaran berubah menjadi berorientasi pada permintaan kebutuhan pasar dunia usaha dan dunia industri (DUDI).