HARIAN DISWAY - Leprosy adalah penyakit infeksi kronis yang menyerang kulit dan saraf tepi akibat bakteri Mycobacterium leprae. Dalam beberapa kasus, penyakit ini memengaruhi mata serta saluran pernapasan atas.
Sejak dahulu, penyakit ini dikaitkan dengan stigma dan kesalahpahaman yang membuat banyak penderita mengalami diskriminasi sosial. Padahal, leprosy dapat disembuhkan dengan pengobatan yang tepat.
Leprosy disebabkan oleh Mycobacterium leprae, bakteri yang berkembang sangat lambat di dalam tubuh manusia. Penularan terjadi melalui percikan cairan dari hidung atau mulut penderita yang belum menjalani pengobatan, terutama dalam kontak yang lama dan intens.
BACA JUGA: 5 Makanan yang Mengandung Vitamin D3, Mampu Perkuat Tulang dan Cegah Infeksi Pernafasan
Tidak semua individu yang terpapar akan tertular karena sistem kekebalan tubuh yang baik mampu melawan infeksi ini. Perkembangan gejala leprosy terjadi secara perlahan, sehingga sering tidak disadari pada tahap awal.
Beberapa tanda yang umum muncul pada penderita meliputi bercak kulit yang kehilangan sensasi, mati rasa, kesemutan, kelemahan otot, serta luka yang tidak terasa nyeri akibat kerusakan saraf.
Leprosy terbagi menjadi dua kategori utama, yakni Pausi Basiler (PB) yang ditandai dengan jumlah lesi yang sedikit dan bakteri yang rendah di dalam tubuh dan Multibasiler (MB) yang memiliki lesi yang lebih luas dengan konsentrasi bakteri yang lebih tinggi, menyebabkan dampak yang lebih serius pada saraf dan jaringan tubuh.
BACA JUGA: 10 Makanan Terbaik untuk Meningkatkan Sistem Kekebalan Tubuh Anda (1)
Leprosy dapat diatasi melalui Multidrug Therapy (MDT), kombinasi antibiotik rifampisin, dapson, dan klofazimin yang diberikan secara gratis oleh WHO. Pengobatan ini berlangsung antara enam hingga dua belas bulan tergantung pada tingkat keparahan penyakit.
Selain terapi obat, rehabilitasi fisik dan dukungan psikososial juga diperlukan untuk membantu penderita kembali menjalani kehidupan normal, namun masih banyak hambatan dalam upaya menghilangkan leprosy.
Stigma sosial menyebabkan penderita enggan mencari pengobatan, sementara akses layanan kesehatan di daerah terpencil masih terbatas. Pemahaman masyarakat yang kurang tentang leprosy juga memperkuat ketakutan yang tidak berdasar terhadap penyakit ini.
BACA JUGA: Silent Walking, Terapi Kesehatan Mental Tanpa Aktivitas Digital
Selain itu, meskipun jarang terjadi, resistensi terhadap antibiotik bisa menjadi tantangan dalam pengobatan jangka panjang. Deteksi dini menjadi langkah utama dalam mencegah komplikasi yang lebih berat.
Pemeriksaan rutin dan pengobatan bagi yang terdiagnosis dapat membantu menghentikan penularan. Edukasi masyarakat juga penting untuk menghilangkan stigma dan mendorong penderita agar berani berobat.
Dukungan dari pemerintah dan organisasi kesehatan terus diperkuat melalui kampanye kesadaran, pelatihan tenaga medis, serta penyediaan layanan pengobatan gratis. Upaya ini bertujuan untuk menurunkan jumlah kasus baru dan meningkatkan kesejahteraan penderita leprosy.