Quarter-Life Crisis di Kalangan Remaja Mitos atau Fakta?

Kamis 27-02-2025,09:00 WIB
Reporter : Adinda Septia Salsabillah*
Editor : Heti Palestina Yunani

HARIAN DISWAY - Quarter life crisis sering dikaitkan dengan usia 20-an, tetapi kini semakin banyak remaja yang mulai merasakan dampaknya lebih awal. Perasaan cemas, kebingungan akan masa depan, serta tekanan sosial membuat banyak anak muda merasa kehilangan arah bahkan sebelum mereka memasuki dunia kerja. 

Apakah ini hanya sekadar mitos yang dibesar-besarkan atau justru realita yang semakin nyata di era modern? Di tengah perkembangan teknologi dan ekspektasi sosial yang terus meningkat, remaja menghadapi banyak tantangan yang jauh berbeda dibanding generasi sebelumnya. 

Dulu, masa remaja lebih sering diisi dengan eksplorasi dan pencarian jati diri tanpa tekanan yang berlebihan. Namun, kini mereka dihadapkan pada tuntutan akademik yang tinggi, tekanan untuk menentukan pilihan karier sejak dini, serta paparan kesuksesan orang lain di media sosial. 

BACA JUGA: Cara Menjaga Kesehatan Mental di Era Media Sosial

Semua itu menciptakan perasaan seolah-olah mereka harus segera menemukan tujuan hidup sebelum waktunya. Media sosial juga menjadi salah satu faktor utama yang mempercepat munculnya quarter life crisis pada remaja. 

Setiap hari, mereka disuguhi potret kehidupan orang lain yang terlihat sempurna. Seseorang yang seusia mereka sudah sukses berbisnis, berkuliah di universitas ternama, atau memiliki kehidupan yang tampak ideal. 

Tanpa disadari, mereka mulai membandingkan diri sendiri dengan standar yang sebenarnya tidak realistis. Akibatnya, rasa percaya diri menurun serta muncul kecemasan berlebihan dalam menjalani kehidupan.

BACA JUGA: 7 Kebiasaan Buruk yang Harus Ditinggalkan Gen Z agar Fisik dan Mental Lebih Sehat

Selain itu, ekspektasi orang tua dan lingkungan turut berkontribusi dalam menciptakan tekanan psikologis bagi remaja. Banyak di antara mereka yang merasa harus selalu berprestasi, memilih jalur pendidikan yang dianggap aman atau mengikuti standar kesuksesan yang sudah ditetapkan sejak kecil. 

Padahal, tidak semua orang memiliki jalur yang sama dalam meraih keberhasilan. Ketika remaja merasa tidak mampu memenuhi ekspektasi ini, mereka mulai merasa gagal bahkan sebelum benar-benar mencoba.

Bagi sebagian orang, quarter life crisis pada remaja mungkin terdengar berlebihan. Ada anggapan bahwa masa remaja seharusnya menjadi fase yang menyenangkan dan bebas dari kekhawatiran berat. 

BACA JUGA: Crab Mentality di Dunia Kerja dan Cara Menghadapinya

Namun, perubahan zaman membawa tantangan yang berbeda. Persaingan yang semakin ketat serta tekanan untuk selalu produktif membuat banyak remaja merasa kewalahan menghadapi realita hidup. Perasaan ini bukan sekadar mitos, melainkan kondisi psikologis yang nyata dan dapat berdampak pada kesehatan mental mereka. 

Meski begitu, quarter life crisis bukanlah akhir dari segalanya. Justru, ini bisa menjadi kesempatan bagi remaja untuk lebih memahami diri sendiri dan mempersiapkan masa depan dengan lebih baik. 

Salah satu langkah penting adalah belajar menerima bahwa tidak semua hal harus segera ditemukan jawabannya. Hidup bukanlah perlombaan dan setiap orang tentu memiliki waktu serta prosesnya masing-masing. 

Kategori :