Regulasi Baru Jaminan Kehilangan Pekerjaan, Dampak Efisiensi Anggaran?

Kamis 27-02-2025,21:41 WIB
Oleh: Sukarijanto*

BELUM GENAP sebulan Presiden Prabowo Subianto memerintahkan penghematan anggaran yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, kini muncul persoalan baru yang memantik pro-kontra tentang rasionalisasi atau pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah lembaga. 

Inpres tersebut pun diperkuat dengan dengan surat keputusan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menerbitkan surat nomor S-37/MK.02/2025 tentang Efisiensi Belanja Kementerian/Lembaga dalam Pelaksanaan APBN 2025.

Terlebih, kebijakan pemangkasan anggaran yang bertujuan menciptakan efisiensi itu mulai berdampak pada penurunan belanja pegawai, perjalanan dinas, pengadaan alat kantor, dan pembangunan infrastruktur. Padahal, kebijakan itu pula yang akan menjadi penggerak perekonomian melalui percepatan sektor riil. Demikian menurut argumen pemerintah. 

BACA JUGA:5 Pekerjaan yang Bakal Hilang di Era Society 5.0

BACA JUGA:Jumlah Kelas Menengah Anjlok, Indonesia Krisis Pekerjaan Layak

Sebaliknya, efisiensi anggaran di lapangan menimbulkan dampak stimulan yang multikompleks. Contohnya, pembatasan rapat dan seremonial yang berimbas pada, antara lain, ancaman keberlangsungan usaha jasa perhotelan. 

Asosiasi Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mulai berteriak karena sejumlah anggota yang dinaunginya telah mengalami kerugian hingga miliaran rupiah karena maraknya pembatalan kegiatan dari instansi pemerintah setelah instruksi efisiensi anggaran.

Imbas yang tidak menguntungkan bagi dunia bisnis itu bila berlangsung sampai dengan Lebaran yang akan datang, tidak tertutup kemungkinan sektor perhotelan akan memangkas para pekerjanya akibat okupansi hotel yang mengalami penurunan drastis.

BACA JUGA:Kata Nelayan Surabaya soal Reklamasi Kenjeran, Terancam Kehilangan Pekerjaan!

 BACA JUGA: Fengshui Becermin pada Malam Hari: Suami-Istri Bertengkar dan Kehilangan Pekerjaan

Hal serupa terjadi pula pada industri yang mendukung pengadaan alat tulis kantor (ATK) yang anggarannya dipangkas sebesar 90 persen. Akibatnya, produsen harus memutar otak agar industrinya tetap dapat hidup lantaran mengalami kemerosotan yang sangat tajam di dalam angka penjualan ATK. 

Dengan demikian, jalan terakhir untuk mengurangi biaya overhead yang terus melambung adalah merumahkan sebagian, bahkan mungkin seluruh, tenaga kerjanya agar perusahaan tidak menanggung beban berat.

Merujuk pada beleid baru dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas PP Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang berlaku mulai 7 Februari 2025. 

BACA JUGA:Retret Kepala Daerah dan Paradoks Efisiensi Anggaran

BACA JUGA:Efisiensi Anggaran Jadi Tantangan, DPRD Pasuruan Siap Bersinergi dengan Wali Kota

Kategori :