Sementara itu, Cak Suroso menyoroti potensi besar yang dimiliki enam lereng gunung di Malang. Seperti Kendeng, Bromo, Semeru, Kawi, Arjuna, dan Dorowati. "Saya berencana mengangkat kesenian lereng Gunung Kawi sebagai bentuk pelestarian budaya. Sekaligus refleksi atas sejarah lokal," ungkapnya.
Pada sesi perancangan cipta karya, peserta diajak merancang format pertunjukan yang dapat langsung diterapkan. Mencakup konsep artistik, teknis produksi, hingga strategi komunikasi dan penyusunan proposal.
BACA JUGA:Memahami Bahasa Jawa Tengger, Mirip Tegal Dialek Jawa
Narasumber dan peserta workshop Jambore Seni Lereng Gunung 2025, 18 April 2025 di Taman Candra Wilwatikta, Pandaan, Pasuruan.-Tri Findasari-
“Komunikasi dan narasi proposal menjadi hal yang sangat penting. Sampaikan juga aspek inklusif seperti pelibatan anak-anak, perempuan, lansia, disabilitas. Itu akan memperkuat nilai proposal,” ungkap Rofiq.
Diskusi itu menegaskan bahwa seni dapat menjadi sarana membangun kesadaran kolektif untuk merawat bumi dan hidup selaras dengan alam.
Sebagaimana dikatakan Heri, “Opera Pohon yang akan dibawakan pada 19 April, misalnya, menjadi simbol penting bahwa gunung adalah penyedia kehidupan: air, oksigen, dan spiritualitas.”
BACA JUGA:Membaca Kalender Jawa ala Suku Tengger
Melalui Jambore Seni Lereng Gunung 2025, semangat merawat peradaban melalui seni kembali digelorakan. Meneguhkan posisi manusia bukan dalam pandangan antroposentris. Sebagai bagian dari semesta, bukan penguasanya. (*)