Meneladani Kesederhanaan dan Kerendahan Hati Paus Fransiskus

Rabu 23-04-2025,11:00 WIB
Reporter : Susi Laksmita Pratiwi*
Editor : Guruh Dimas Nugraha

Komentarnya yang terkenal “Siapa saya untuk menghakimi?” saat menanggapi pertanyaan tentang individu LGBTQ+, juga menunjukkan pendekatan yang lebih penuh belas kasih. Tanpa menghakimi.

BACA JUGA: Poin-Poin Pesan Paskah Urbi et Orbi Paus Fransiskus, Serukan Persaudaraan dan Perdamaian Dunia

Gaya bahasanya yang sederhana dan tidak kaku, memecah jarak antara pemimpin dan umat. Menciptakan hubungan yang lebih dekat dan inklusif.

Bahkan dalam kondisi kesehatan yang melemah, seperti saat perayaan Paskah 2025, Paus Fransiskus tetap tampil dan berusaha menjalin komunikasi langsung dengan umat. Menunjukkan komitmennya yang tidak goyah meski menghadapi keterbatasan fisik.

3. Kesediaan Mengakui Kesalahan


Paus Fransiskus menunjukkan kerendahan hati dengan mengakui kesalahan dan meminta maaf atas tanggapan awalnya terhadap kasus pelecehan seksual di Chili.--EPA

Kerendahan hati Paus Fransiskus juga tampak dalam kesediaannya mengakui kesalahan. Salah satu contohnya adalah bagaimana ia akhirnya meminta maaf atas tanggapan awalnya yang kurang tepat. Yakni ketika menanggapi kasus pelecehan seksual di Chili.

BACA JUGA: Paus Fransiskus Meninggal Dunia, Vatikan Sebut Stroke dan Gagal Jantung sebagai Penyebab

Ia tidak ragu untuk mundur selangkah, merefleksi, dan menunjukkan penyesalan—sebuah sikap langka bagi pemimpin setingkat Paus.

Paus Fransiskus telah menunjukkan bahwa kesederhanaan dan kerendahan hati bukan hanya nilai simbolik. Tetapi pondasi nyata dari gaya kepemimpinannya.

Gaya hidup, tindakan, dan ucapannya secara konsisten mencerminkan komitmennya terhadap pelayanan, kasih sayang, dan keadilan sosial.

BACA JUGA: Tahapan Mendapat Gelar Santo dalam Katolik, Paus Fransiskus pun Bisa Jadi Santo

Di tengah dunia yang semakin terpolarisasi dan penuh konflik, pendekatan kepemimpinan Paus Fransiskus menawarkan harapan: bahwa kekuatan sejati pemimpin bukan terletak pada kekuasaan. Melainkan pada kemampuan untuk melayani dengan rendah hati dan mencintai dengan tulus. (*)

*) Mahasiswa magang dari Prodi Sastra Inggris, Universitas Negeri Surabaya.

Kategori :