HARIAN DISWAY - Penjualan mobil di dalam negeri lesu. Sepanjang triwulan I (Januari–Maret) 2025 anjlok 4,7 persen bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Penjualan kendaraan roda empat wholesaler (pabrik ke diler) sebanyak 205.160 unit yang terjual.
Data itu diungkap oleh Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi.
BACA JUGA:Pembakar Mobil Polisi di Depok Ditangkap
Daya dan minat beli masyarakat melemah. Namun, tekanan terhadap pasar otomotif tak hanya datang dari dalam negeri.
Situasi global yang dipengaruhi kebijakan perdagangan Amerika Serikat (AS) juga menjadi pikulan signifikan.
“Pasar otomotif memang sedang lesu, apalagi dengan kebijakan global yang masih belum jelas,” kata Nangoi.
BACA JUGA:Ford Hentikan Ekspor Sejumlah Mobil ke Tiongkok Akibat Tarif Perang Dagang
Anda sudah tahu, Presiden AS Donald Trump menaikkan tarif impor mobil hingga 25 persen mulai 3 Mei 2025.
Kebijakan itu mencakup mobil penumpang, truk ringan, serta komponen pentingnya seperti mesin dan transmisi.
Tujuannya untuk menekan defisit perdagangan AS yang sejak 2018 berfokus pada Tiongkok dan kini diperluas cakupannya hingga ke 180 negara lain.
BACA JUGA:Geledah Tiga Lokasi Terkait Kasus Suap CPO, Kejagung Sita Mobil Mewah Lagi
Lesotho, Afrika Selatan, terkena tarif tertinggi sebesar 50 persen. Sementara di kawasan ASEAN, Kamboja menjadi negara paling terdampak dengan tarif 49 persen. Indonesia pun ikut terkena imbas.
Ya, kebijakan tarif impor yang tinggi itu berdampak pada kenaikan biaya produksi di banyak industri manufaktur, termasuk otomotif.
Di AS sendiri, misalnya, sektor otomotif yang selama ini menjadi andalan ekonomi diperkirakan akan mengalami lonjakan biaya produksi. Sehingga harga jual produk bisa naik hingga 40 persen.