BACA JUGA:Profil Paus Leo XIV Robert Francis Prevost, Paus Pertama dari Amerika Serikat
BACA JUGA:Robert Francis Prevost Jadi Paus Pertama dari AS, Serukan Dialog dan Perdamaian
Pemilihan Paus Leo XIV pada tahun 2025 sempat menimbulkan keraguan terhadap publik karena ia berasal dari Amerika Serikat. Namun, semua itu hanya kekhawatiran.
Paus Leo XIV memiliki rekam jejak yang cukup baik dengan sering menentang kebijakan kontroversial Amerika Serikat sejak 2015. Misalnya, kebijakan imigrasi dan kaum marginal. Bahkan, ia ikut angkat bicara dan mengutuk perang yang terjadi di Palestina.
Seluruh umat Katolik berharap agar Paus Leo dapat menjembatani konflik Palestina-Israel yang berkepanjangan, menciptakan kedamaian melalui arti nama ”St. Leo”.
BACA JUGA:Robert Francis Prevost Terpilih Menjadi Paus ke-267, Ambil Nama Leo XIV
BACA JUGA:Habemus Papam! Asap Putih di Atas Kapel Sistina Menandakan Paus Baru Telah Terpilih
SEJARAH NAMA
Nama Santo Leo dalam Gereja Katolik memiliki sejarah yang panjang dan sangat berarti. Nama itu juga memiliki arti ”Singa Gereja” menggambarkan kepemimpinan tangguh Gereja Katolik di tengah tantangan zaman.
Seperti kisah Paus Leo I (Leo Agung) yang menjadi contoh nyata dengan kemampuannya mengatasi ajaran monofisitisme dan mengukuhkan pemahaman kristologi yang benar dalam gereja.
Sayang, di era Paus Leo X, terjadi penjualan surat indulgensi (pengampunan dosa) yang memicu terjadinya reformasi Kristen dan melahirkan aliran Protestan dengan tokoh Imam Martin Luther sebagai pemimpin reformasi.
Meski demikian, nama Santo Leo mulai membaik dengan munculnya Paus Leo XIII yang fokus dengan ajaran sosial gereja baru, menandai kepemimpinannya dengan dikeluarkannya ensiklik ”Rerum Novarum” berisi tanggapan atas ketidakadilan yang dialami para buruh di Eropa pada saat itu.
Kini Paus Leo XIV mewarisi semangat progresif melalui fokus isu yang dimiliki dalam hidupnya. Yaitu, hak-hak migran, perubahan iklim, dan kaum marginal. Namun, sisi konservatif moderat tetap dipertahankan di tengah zaman yang berubah dengan cepat.
Kepemimpinan dalam Gereja Katolik sebagai paus bukanlah tolok ukur keberhasilan meraih jabatan tertinggi. Namun, sebuah amanah dan tanggung jawab besar karena mengharuskan mereka untuk memimpin 1,2 miliar jiwa umat Katolik dunia.
Hal itu pernah dikatakan Paus Fransiskus, ”menjadi paus bukanlah sebuah cita-cita” dan ditegaskan pula oleh Kardinal Ignatius Suharyo asal Indonesia bahwa orang yang bercita-cita sebagai paus justru bukanlah orang yang bijak.
”Kalau orang bercita-cita menjadi paus, maaf ya, itu bodoh,” katanya.